PENDIDIKAN ISLAM DI SINGAPURA
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR
............................................................................. i
DAFTAR ISI
........................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
........................................................................ 1
BAB II ANALISA TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM DI SINGAPUR
… 2
1. Bagaimana keadaan geografis negara
Singapura? ................ 2
2. Bagaimana sejarah masuknya islam di Singapura?
…………… 2
3. Bagaimana proses perkembangan islam di
Singapura? ……… 3
4. Apa
Problematika Pendidikan Melayu Muslim di Singapura? .. 5
5. Apa peran
serta Madrasah, Masjid, dan LSM di Singapura? …. 9
6. Madrasah di Singapura Berkurikulum
Moderen ………………… 11
7. Singapura Sebagai Negara Dengan Sistem Pendidikan
Terbaikdi ASEAN ……………..…………………………………......... 13
8. Analisa
……………………………………………………………………. 14
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………. 15
A. Kesimpulan ……………………………………………………………….. 15
B. Penutup ……………………………………………………………………. 15
Daftar Pustaka
……………………………………………………………………. 16
II
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Singapura merupakan negara kecil yang berada di ujung
Semenanjung Tanah Melayu. Dari awal mulanya, Singapura adalah sebuah kota
imigran dari negara-negara lain, baik China, Malaysia, India dan Indonesia.
Dari banyaknya etnis sehingga muncul suatu kepercayaan yang berbeda. Awal
mulanya penduduk Singapura beragama yang tak jauh dari negara induknya dulu
yaitu Malaysia, adapun agama tersebut adalah hindu budha.
Proses perkembangan pendidikan islam di Singapura tidak
lepas dari awal mula masuknya islam di Singapura. Ini akan menjadi suatu pokok
bahasan yang sangat menarik tentang bagaimana peran serta pendidikan islam yang
berada di negeri Melayu tersebut.
B. Rumusan Masalah
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah tersebut, kami dapat merumuskan
masalah dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana keadaan geografis negara
Singapura?
2. Bagaimana sejarah masuknya islam di
Singapura?
3. Bagaimana proses perkembangan islam di
Singapura?
4. Apa Problematika Pendidikan Melayu Muslim
di Singapura?
5. Apa peran serta Madrasah, Masjid, dan LSM
di Singapura?
6. Madrasah di Singapura Berkurikulum
Moderen
7. Singapura Sebagai
Negara Dengan Sistem Pendidikan Terbaik di ASEAN
BAB
II
PEMBAHASAN
ANALISA
TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM DI SINGAPURA
1. Sekilas Tentang Geografis negara
Singapura
Singapura adalah sebuah pulau yang terletak di ujung
Semenanjung Tanah Melayu, yang awalnya bernama "Pulau Ujung"
(Pu-Lo-Chung), "Salahit" Selat, dan berikutnya "Temasek",
"Tumasik" (Jawa), "Tam-ma-sik" (China). Istilah Singapura
sediri muncul pada tahun 1299 ketika Pangeran Sang Nila Utama singgah di pulau
ini dan menemukan seekor binatang seperti Singa, sehingga pulau itu disebut
Lion City (Kota Singa). Versi lain mengatakan bahwa pada abad ke-14 pulau ini
menjadi tempat singgahnya para pedagang Majapahit sehingga Singapura berarti
“kota” (Pura) “singgah” (Singgah).
Penduduk Negara pulau ini adalah multi etnis. Dari
jumlah penduduk 4.131.200 jiwa, etnis China sebanyak 79.7%, Melayu 13.9%, India
7.9%, dan etnis lain sekitar 1.5%. dengan demikian etnis China adalah etnis
mayoritas, disusul Melayu dan India. Etnis Melayu sebagian besar berasal dari
imigran Sulawesi, Bawean, dan lain-lain.
Singapura menganut sistem sekuler, di mana pemerintah menerapkan netralitas terhadap semua agama yang ada. Berdasarkan hasil sensus tahun 2000, diketahui bahwa penduduk Singapura yang berumur di atas 15 tahun menganut beberapa agama, yaitu Budha 42.5%. Islam 14.9%, Kristen 14.6%, Tao 8.5%, Hindu 4.0% dan Agama lain (Yahudi, Zoroaster,dll 0.6%). Kecuali itu, masih ada sekitar 14.8% yang tidak memiliki atau menganut agama tertentu.
Singapura menganut sistem sekuler, di mana pemerintah menerapkan netralitas terhadap semua agama yang ada. Berdasarkan hasil sensus tahun 2000, diketahui bahwa penduduk Singapura yang berumur di atas 15 tahun menganut beberapa agama, yaitu Budha 42.5%. Islam 14.9%, Kristen 14.6%, Tao 8.5%, Hindu 4.0% dan Agama lain (Yahudi, Zoroaster,dll 0.6%). Kecuali itu, masih ada sekitar 14.8% yang tidak memiliki atau menganut agama tertentu.
2. Sejarah Masuknya Islam ke Singapura
Islam masuk ke Singapura tidak dapat dipisahkan dari
proses masuknya Islam ke Asia Tenggara secara umum, karena secara geografis Singapura
hanyalah salah satu pulau kecil yang terdapat di tanah Semenanjung Melayu. Pada
fase awal, Islam yang disuguhkan kepada masyarakat Asia Tenggara lebih kental
dengan nuansa tasawuf. Karena itu, penyebaran Islam di Singapura juga tidak
terlepas dari corak tasawuf ini. Buktinya pengajaran tasawuf ternyata sangat
diminati oleh ulama-ulama tempatan dan raja-raja Melayu. Kumpulan tarekat sufi
terbesar di Singapura yang masih ada sampai sekarang ialah Tariqah ‘Alawiyyah
yang terdapat di Masjid Ba’lawi. Tarekat ini dipimpin oleh Syed Hasan bin
Muhammad bin Salim al-Attas.[1]
Selain tarekat itu juga dijumpai tarekat
Al-Qadiriyyah Wa al Naqshabandiyyah yang berpusat di Geylang Road yang dikelola
oleh organisasi PERPTAPIS (Persatuan Taman Pengajian Islam). Tarekat ini
berasal dari Suryalaya, Tasik Malaya, Jawa Barat. Gurunya bernama K.H Ahmad
Tajul ‘Ariffin dan Haji Ali bin Haji Muhammad. Tarekat lainnya yang diamalkan
di Republik Singapura ialah Al-Shaziliyyah, Al-Idrisiyyah, Al-Darqawiyyah dan
Al-Rifa’iyyah. Para ulama asal Yaman (Hadramaut) yang bernama Syed Abu Bakar
Taha Alsaggof dalam mengembangkan Islam di Singapura sangat besar. Dialah dai
dan penyebar Islam pertama era modern di negeri pulau itu dan membuka lembaga
pendidikan Islam, yakni Madrasah Al-Juneid yang masih eksis sampai saat ini.
3. Perkembangan Islam di Singapura.
Wajah Islam di Singapura tidak jauh beda dari wajah
muslim di negeri jirannya, Malaysia. Banyak kesamaan, baik dalam praktek ibadah
maupun dalam kultur kehidupan sehari-hari. Barangkali hal ini dipengaruhi oleh
sisa warisan Malaysia, ketika Negara kecil itu resmi pisah dari induknya,
Malaysia, pada tahun 1965.
Dalam perkembangan selanjutnya, masyarakat Singapura
selalu berupaya untuk memajukan diri mereka seiring dengan kemajuan negaranya.
Pemodernan pemikiran umat Islam Singapura berpengaruh pula terhadap
berkurangnya mitos dan kepercayaan kepada Khufarat, sehingga semakin mulai
menuju kepada cara beragama yang lebih rasional. Berdasarkan keterangan
sebelumnya, Singapura modern sering dihubungkan dengan masuknya Sir Stamford
Raffles ke pulau itu pada tahun 1819. Waktu itu Singapura hanya didiami oleh
lebih kurang 120 orang Melayu (termasuk dari keturunan Bugis, Jawa, dan
lainnya) dan 30 orang Cina.
Tahun 1901, jumlah orang Melayu itu berkembang menjadi
23.060 orang, yang terdiri dari 12.335 orang penduduk asli kepulauan Melayu,
hampir 1000 orang keturunan Arab, dan 600 orang keturunan Jawa. Jumlah penduduk
Singapura secara keseluruhan pada waktu itu sekitar 228.555 orang, dengan 72%
etnis Cina.
Orang Melayu awalnya tinggal di kawasan Kampung Gelam yaitu suatu kawasan di pesisir sungai. Di sekitar Kampung Gelam tersebut mereka hidup secara bersamaan dengan orang-orang keturunan Bugis, Boyan, Jawa dan Arab.
Orang Melayu awalnya tinggal di kawasan Kampung Gelam yaitu suatu kawasan di pesisir sungai. Di sekitar Kampung Gelam tersebut mereka hidup secara bersamaan dengan orang-orang keturunan Bugis, Boyan, Jawa dan Arab.
Dengan demikian, secara umum muslim Singapura terbagi
kepada dua kelompok besar, yaitu etnis Melayu sekitar 90%. Sisanya adalah etnis
non-Melayu (India, Timur Tengah, Indonesia, dan lain-lain) sekitar 10%.
Sementara itu, pada tahun 1947 penduduknya bertambah
menjadi 940.824 (115.735 Melayu dan 730.133 Cina). Pada tahun 1957 menunjukkan
bahwa penduduk Singapura telah meningkat kepada 1.445.929 orang (1.090.596
Cina, 197.059 Melayu/Indonesia, 124.084 India/Pakistan dan 34.190 lainnya). Di
akhir tahun 1976, jumlah penduduk Singapura adalah 2.294.900 orang (17%
orang Islam dan 15% dari itu adalah orang Melayu).[2]
Menurut istilah Sharon Siddique, muslim Singapura dibagi
menjadi dua kelompok besar, yaitu Migrant yang berasal dari dalam dan luar
wilayah. Migrant dari dalam wilayah berasal dari Jawa, Sumatra, Sulawesi, Riau
dan Bawean. Kelompok ini selalu diidentikkan ke dalam etnis Melayu. Adapun
kelompok Migrant dari luar wilayah dibagi menjadi dua kelompok penting, yaitu
muslim India yang berasal dari subkontinen India (Pantai Timur dan Pantai
Selatan India) dan keturunan Arab, khususnya Hadramaut. Dengan demikian, Sharon
berpandangan bahwa muslim Singapura adalah para migran.
Migran yang berasal dari luar wilayah secara umum berasal dari golongan muslim yang kaya dan terdidik. Kelompok ini pula akhirnya membentuk kelompok elit sosial dan ekonomi Singapura. Mereka mempelopori perkembangan Singapura sebagai pusat pendidikan dan penerbitan muslim. Di samping itu, mereka juga sebagai penyumbang dana terbesar untuk pembangunan mesjid, lembaga pendidikan dan organisasi social Islam lainnya. Di antara mereka itu dikenal dengan keluarga al-Segat, al-Kaff, dan al-Juneid.[3]
Migran yang berasal dari luar wilayah secara umum berasal dari golongan muslim yang kaya dan terdidik. Kelompok ini pula akhirnya membentuk kelompok elit sosial dan ekonomi Singapura. Mereka mempelopori perkembangan Singapura sebagai pusat pendidikan dan penerbitan muslim. Di samping itu, mereka juga sebagai penyumbang dana terbesar untuk pembangunan mesjid, lembaga pendidikan dan organisasi social Islam lainnya. Di antara mereka itu dikenal dengan keluarga al-Segat, al-Kaff, dan al-Juneid.[3]
Secara akademis belum ada pendapat yang pasti tentang
asal usul migrant dalam wilayah. Dari beberapa kajian ada yang berpendapat
mereka itu berasal dari Riau, Pahang, Terengganu, Kelantan.
4. Problematika Pendidikan Melayu Muslim di Singapura
Pendidikan islam di Singapura di sampaikan para ulama
yang berasal dari negeri lain di Asia Tenggara atau dari Negara Asia Barat dan
dari benua kecil India. Para ulama tersebut diantaranya ialah Syaikh Khatib
Minangkabau, Syaikh Tuanku Mudo Wali Aceh, Syaikh Ahmad Aminuddin Luis
Bangkahulu, Syaikh Syed Usman bin Yahya bin Akil (Mufti Betawi), Syaikh Habib
Ali Habsyi (Kwitang Jakarta), Syaikh Anwar Seribandung (Palembang), Syaikh
Mustafa Husain (Purba Baru Tapanuli), Syaukh Muhammad Jamil Jaho (Padang
Panjang) dll.
Seperti di Negara lain, pendidikan agama Islam di
Singapura dijalankan mengikuti tradisi dan sistem persekolahan modern. Sistem
tradisional, mengikuti pola pendidikan Islam berdasarkan sistem persekolahan
pondok Malaysia dan Patani atau pesantren di Indonesia.
Adapun sistem modern adalah melalui sistem sekolah yang
merujuk ke Mesir dan Barat, yang dikenal dengan madrasah, sekolah Arab atau
sekolah agama.
Ada empat madrasah terbesar di Singapura sampai saat ini, yaitu :
Ada empat madrasah terbesar di Singapura sampai saat ini, yaitu :
a. Madrasah al-Junied
al-Islamiyyah, didirikan pada bulan muharam 1346H (1927M) oleh
pangeran Al-Sayyid Umar bin Ali al-Junied dari Palembang. Mata pelajaran yang diajarkan
dimadrasah ini adalah ilmu Hisab, Tarikh, Ilmu Alam, Bahasa Melayu, Bahasa
Inggris, Sains, Sastra Melayu dan mata pelajaran lainnya.
b. Madrasah al-Ma’arif,
didirikan pada tahun 1940-an. Pengasuh madrasah ini adalah lulusan
universitas al-Azhar, Mesir dan dari kawasan Asia Barat.
c.
Madrasah
Wak Tanjung Al-Islamiyyah, didirikan pada tahun 1955
d. Madrasah Al-Sago
(atau Al-Saqaf), didirikan pada tahun 1912 diatas tanah yang diwaqafkan oleh
Sed Muhammad bin Sed Al-Saqof.
Pendidikan merupakan standarisasi penilaian secara tidak
langsung yang dapat menjadi pertimbangan dalam mengkategorisasikan maju
tidaknya sebuah Negara. Singapura dilihat dari faktor pendidikan tekanan bagi
kaum muslim dan Melayu di Singapura sungguh-sungguh nyata. Ini terlihat dari
meningkatnya pendidikan dan kemajuan ekonomi yang telah dicapai orang-orang
Singapura lainnya khususnya orang-orang China yang mayoritas di negara itu.[4]
Tekanan tersebut nampak nyata dalam tulisan-tulisan dan
studi-studi yang dilakukan komunitas Muslim-Melayu sepanjang tahun 1980-an.
Dilatarbelakangi sensus penduduk 1980 yang menyatakan bahwa orang-orang Melayu
Singapura tertinggal di belakang etnis lain, dalam status sosial ekonomi,
diskursus publik kembali diaktifkan organisasi-organisasi muslim seperti Majlis
Pusat untuk menggerakkan pesan bahwa jalan keluar bagi kaum muslim adalah
meningkatkan pendidikan dan kompetensi profesional. Sejalan dengan seruan itu
adalah himbauan dari pemimpin-pemimpin muslim dan aktivitas-aktivitas yang berorientasi
islam agar menanggulangi status sosial ekonomi mereka dalam kerangka dan
prinsip-prinsip islam.
Sejauh menyangkut masalah pendidikan walau sejak tahun
1970-an pesan pentingnya pendidikan (khususnya pendidikan tinggi) sebagai
katalis bagi kehidupan yang lebih layak bagi etnis Melayu telah disuarakan oleh
organisasi-organisasi Melayu, kembali di intensifkan pada tahun 1981. Pada
tahun itu pula didirikan Majelis Pendidikan Anak-Anak Muslim (MENDAKI) yang
mengarahkan kegiatannya pada masalah pendidikan bagi anak-anak muslim. Pemimpin
melayu muslim sangat berhasil dalam menarik dukungan yang besar, bukan hanya
dari perhimpunan-perhimpunan atau kelompok-kelompok Melayu-muslim, tapi juga
dari pemerintah. Status majlis itu kemudian meningkat menjadi yayasan tahun
1982 setelah majelis sukses melaksanakan ‘Kongres tentang Pendidikan Anak-Anak
Muslim’, suatu kesempatan di mana Perdana Menteri menyampaikan suatu key note
addres.[5]
Selain itu pembentukan MENDAKI juga mempercepat
kehadiran dan publikasi bahan-bahan dan karya-karya pendidikan bagi minoritas
di Singapura. Karya tersebut disajikan dalam seminar dan konferenai-konferensi
dan artikel-artikel yang dipublikasikan oleh MENDAKI dan lembaga-lembaga muslim
lainnya seperti MUIS dan JAMIYYAH. MENDAKI misalnya, menerbitkan a collection
of mendake papers (1982), suatu kompilasi dari sekitar sepulus proyek yang
mencakup bermacam-macam masalah yang berkaitan dengan pendidikan bagi kaum
muslim, dan MUIS menerbitkan jurnal yang pertama kali tentang masalah-masalah
kaum muslim di Singapura, Fajar Islam tahun 1988 yang bertujuan untuk memahami
perkembangan sosial ekonomi dan politik yang mempengaruhi kaum muslim Singapura
dan menelaahnya secara cermat, obyektif dan analitik.
Mencermati masalah keterpurukan pendidikan minoritas
muslim (Melayu) dari etnis Cina (non islam lain) di Singapura, terlihat bahwa
etnis Cina cenderung memiliki prestasi pendidikan, dimana dengan terdapatnya
halangan dan rintangan dalam pencapaian stabilitas sosio ekonomi seseorang
individual melalui pendidikan Singapura periode 1959-1980, dimana kondisi
ekonomi etnis China memang sudah mapan sebelum perang, akan diwarisi anak-anak
mereka, sehingga pendidikan mereka juga cenderung lebih tinggi dan lebih mapan,
ditambah lagi basis bahasa inggris yang mereka kuasai. Hal
semacam ini, justru terdapat bagi kebanyakan etnis melayu (muslim), karena pada
periode 1960-1970 an, 60% perhasilan perkapital penduduk melayu tergolong
ekonomi lemah (rendah), sementara China hanya 40% terkategorikan penduduk
miskin.
Kondisi dan fakta ini, tentunya tercermin pula dalam
penyaluran pendidikan di antara anak-anak muslim dengan etnis China dalam
rangka memasuki sekolah menengah. Pada tahun 1983 60% pelajar-pelajar melayu
disalurkan kealiran sekolah rendah (biasa), sedangkan etnis cina sebanyak 40%.
Selain jurang ekonomi yang mempengaruhi semua penduduk
Singapura terdapat faktor lain yang unik kepada orang melayu dan menyababkan
merekan lebih rugi dari pada orang cina. tahun 1965, kurang lebih 50% pelajar
melayu mendaftarkan diri dalam program pendidikan yang diajar dalam bahasa
melayu.[6]
Sungguhpun pendidikan inggris cepat sekali menjadi
popular setelah kemerdekaan singapura dari Malaysia pada 1965, para pelajar
yang mulanya berbasis melayu, terpaksa mengundurkan diri. Sedangkan para
pelajar melayu yang layak dan cukup kredibel dalam memasuki pendidikan menengah
dipindahkan kealiran inggris dimana merekan tidak mempunyai persediaan dan
kesiapan dari segi bahasa. Bagi sebagian kecil pelajaran Melayu yang layak ke
Universitas banyak yang bingung dalam mengambil atau memperdalam ilmu mereka
melalui kursus-kursus professional dan sains yang semuanya diajar dalam bahasa
inggis. Mereka sama sekali tidak diperkenangkan untuk mengambil kursus-kursus
itu, sehingga ketika mereka telah tamat dari Universitas dan ingin
berkerja dengan melamarkan Ijazah yang mereka peroleh, sering kali peluang bagi
para siswa aliran Melayu mendapat perlakuan yang kurang adil. Hal ini
sebenarnya juga dialami oleh etnis China, mereka juga diperlakukan sebagaimana etnis
Melayu, akan tetapi keunggulan China dari Melayu adalah mereka memiliki
alternalif yang dapat menjembatani anak-anak mereka untuk bekerja di
sektor-sektor ekonomi yang menggunakan bahasa China.[7]
5. Peran Madrasah, Masjid, dan LSM
Lembaga pendidikan Islam (madrasah) dikelola secara
modern dan profesional, dengan kelengkapan perangkat keras dan lunak. Dari
seluruh madrasah Islam (sebanyak enam buah, seluruhnya di bawah naungan MUIS),
sistem pendidikan diterapkan dengan memadukan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu
umum. Keenam madrasah itu adalah madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah, madrasah
Al-Maarif Al-Islamiah, madrasah Alsagoff Al-Islamiah, madrasah Aljunied
Al-Islamiah, madrasah Al-Arabiah Al-Islamiah, dan madrasah Wak Tanjong
Al-Islamiah.
Waktu penyelenggaraan belajar mengajar dimulai dari
pukul 08.00 hingga 14.00. Lama waktu ini juga berlaku di sekolah-sekolah umum
dan non-madrasah. Agar tidak ketinggalan dengan kemajuan teknologi, maka di
setiap madrasah dibangun laboratorium komputer dan internet, serta sistem
pendukung pendidikan audio converence. Selain dilengkapi fasilitas internet,
setiap madrasah juga mempunyai server tersendiri bagi pengembangan pendidikan
modern. "Murid dibiasakan dengan teknologi, terutama teknologi internet.
Setiap hari, mereka diberi waktu dua jam untuk aplikasi dan pemberdayaan
internet," jelas Mokson Mahori, Lc, guru di madrasah Al Junied Al
Islamiyah. Sayangnya, pendidikan Islam baru ada dalam institusi TK hingga
madrasah Aliyah (SMU). Untuk perguruan tingginya hingga kini belum ada.
Manajemen yang sama juga diterapkan dalam pengelolaan
masjid. Tidak seperti yang dipahami selama ini, bahwa masjid hanya sebatas
tempat ibadah mahdhoh an sich (shalat lima waktu dan shalat Jumat). Tetapi,
masjid di negeri sekuler ini, benar-benar berfungsi sebagaimana zaman
Rasulullah, sebagai pusat kegiatan Islam.
Saat ini di Singapura terdapat 70 masjid. Selain tempatnya yang sangat bersih dan indah, juga di ruas kanan dan kiri di setiap masjid terdapat ruangan-ruangan kelas untuk belajar agama dan kursus keterampilan. Berbagai disiplin ilmu agama diajarkan setiap siang dan sore hari. Kegiatan ceramah rohani usai juga diajarkan usai shalat shubuh atau maghrib.
Saat ini di Singapura terdapat 70 masjid. Selain tempatnya yang sangat bersih dan indah, juga di ruas kanan dan kiri di setiap masjid terdapat ruangan-ruangan kelas untuk belajar agama dan kursus keterampilan. Berbagai disiplin ilmu agama diajarkan setiap siang dan sore hari. Kegiatan ceramah rohani usai juga diajarkan usai shalat shubuh atau maghrib.
Aktivitas lainnya, diskusi berbagai masalah kontemporer
dan keislaman. Diskusi ini biasanya diadakan oleh organisasi remaja di setiap
masjid. Dewan pengurus setiap masjid juga menerbitkan media (majalah dan
buletin) sebagai media dakwah dan ukhuwah sesama muslim. Berbeda dengan di
negara lainnya, para pengurus masjid digaji khusus, dan memiliki ruangan
pengurus eksekutif laiknya perkantoran modern.[8]
Keberadaan lembaga swadaya masyarakat Islam (LSM) juga
tak kalah pentingnya dalam upaya menjadikan muslim dan komunitas Islam negeri
itu potret yang maju dan progresif. Berbagai LSM Islam yang ada terbukti
berperan penting dalam agenda-agenda riil masyarakat muslim.
Saat ini, tidak kurang dari sepuluh LSM, di antaranya
adalah: Association of Muslim Professionals (AMP), Kesatuan Guru-Guru Melayu
Singapura (KGMS), Muslim Converts Association (Darul Arqam), Muhammadiyah,
Muslim Missionary Soceity Singapore (Jamiyah), Council for the Development of
Singapore Muslim Community (MENDAKI), National University Singapore (NUS)
Muslim Society, Perdaus (Persatuan dai dan ulama Singapura), Singapore Religious
Teachers Association (Pergas), Mercy Relief (Center for Humanitarian),
International Assembly of Islamic Studies (IMPIAN), dan Lembaga Pendidikan
Alquran Singapura (LPQS).
Seluruh lembaga dan sistem manajemen profesional ini
ditujukan bukan saja pada terbentuknya kualitas muslim dan komunitas Islam yang
maju, moderat dan progresif, tetapi juga potret yang mampu berkompetisi dan
meningkatkan citra Islam di tengah pemandangan global yang kurang baik saat
ini. Model demikian inilah yang kini terus diperjuangkan agar Islam yang rahmat
menjelma dalam kehidupan masyarakat Singapura.
6. Madrasah di Singapura Berkurikulum
Moderen
SINGAPURA— Para siswa mempelajari agama Islam sementara
mereka juga mempelajari subjek-subjek non Islam, membuat madrasa Al Irsyad Al
Islamiah di Singapura menjadi contoh pendidikan Islam yang sejalan dengan dunia
modern di negeri singa tersebut. "Ini seperti
halnya American Idol," ujar Razak Mohamed Lazim, kepala Al Irsyad seperti
yang dikutip oleh New York Times, 23 April. Di dalam sekolah siswa memulai
harinya dengan doa dan puja-puji shalawat terhadap Nabi Muhammad.
Saat di kelas, siswa mempelajari subjek agama seperti
halnya mata pelajaran lain, seperti Bahasa Inggris, Matematika, dan mata
pelajaran lain sesuai kurikulum nasional. "Di sini, mereka
mengajari banyak hal dari sekedar belajar Islam," ujar Noridah Mahad, 44,
salah satu orang tua siswa yang bersekolah di sana. "Sehingga siswa Muslim
akan memahami dua hal: tentang Islam dan tentang dunia luar," imbuhnya.
Madrasah Al Irsyad Al Islamiah sendiri memiliki total
siswa 900 orang mulai dari tingkat dasar hingga menengah. Demi mengakomodasi
kurikulum ganda, Islam dan nasional, sekolah memiliki waktu sekolah tiga jam
lebih panjang dari pada sekolah umumnya. Madrasah Al Irsyad menempati urutan
pertama dari enam madrasah yang ada di Negeri Singa tersebut.
Selain menganut kurikulum modern, institusi pendidikan
Islam tersebut juga memiliki titik utama sebagai Islamic Center dari Dewan
Agama Islam Singapura, dewan penasihat yang memberi masukan kepada pemerintah
perihal urusan menyangkut Muslim. Al Irsyad dipilih
untuk menjadi pusat "percontohan" ujar Razak yang juga menjadi
anggota dewan agama tersebut. Muslim di Singapura diperkirakan mencapai 450
ribu hingga 500, menjadi 14 hingga 15 persen dari total populasi.
Banyak lulusan dari Al Irsyad mengaku beruntung
bersekolah di institusi tersebut. "Ada yang menjadi pegawai pemerintahan,
beberapa lagi menjadi guru dan ada pula yang bekerja di layanan sipil,"
ujar Mohamed Muneer, 32 tahun, guru kimia di Al Irsyad. "Keseimbangan
antara mata pelajaran Islam dan umum sangat membantu siswa menjalani hidup
normal bila dibanding dengan siswa madrasah lain," ujarnya.
Madrasah di Singapura mengalami peningkatan popularitas
pada tahun 1990-an sejalan dengan ketertarikan baru terhadap Islam. Hanya saja
peningkatan itu sedikit menurun dengan miskinnya pendidikan non-religius dalam
mata pelajaran madrasah, hal yang sempat menjadi perhatian negara.
Pada 2003, pemerintah membuat kewajiban standar
pendidikan sekolah dasar untuk diikuti semua sekolah umum, mengikutkan pula
madrasah, dan memeri tenggat agar setiap sekolah memberikan standar dasar
hingga tahun 2010 nanti.
Jika mereka gagal, mereka harus menghentikan memberikan pendidikan dasar kepada anak-anak.
Jika mereka gagal, mereka harus menghentikan memberikan pendidikan dasar kepada anak-anak.
"Peraturan tersebut memaksa madrasah mengganti
kurikulum mereka tak sekedar murni sekolah agama," ujar Mukhlis Abu Bakar,
ahli pendidikan madrasah di Institut Pendidikan Nasional, sekaligus guru di di
Al Irsyad
Dilihat sebagai model pendidikan Islam yang segelombang
dengan dunia modern, Al Irsyad kini bahkan menjadi model bagi banyak sekolah
serupa di kawasan Asia Selatan.
Dua
madrasah di Indonesia mengacu pada kurikulum Al Irsyad. Institusi itu baru-baru
ini juga melakukan perbincangan kerjasama dengan madrasah Filipina dan Thailand
dalam hal transfer model kurikulum moderen.
"Dunia Muslim secara umum tengah berjuang dalam
pendidikan Islam,"ujar Razak. "Dalam banyak kasus, itu juga tantangan
yang dihadapi dunia Muslim, Karena sering kali kita lupa tidak memasukkan
kebutuhan Islam sebagai keyakinan yang harus hidup dan berinteraksi di
tengah-tengah komunitas lain dan agama lain," ujarnya./itz
7. Singapura Sebagai Negara Dengan
Sistem Pendidikan Terbaik di ASEAN
Kemajuan pendidikan di Singapura didukung oleh banyak
faktor. Di antaranya yaitu adanya fasilitas yang memadai. Contohnya, setiap
sekolah di Singapura memiliki web sekolah yang berguna untuk menghubungkan
siswa, guru, dan orang tua. selain itu, di setiap kelas terdapat Liquid Crystal
Display (LCD) untuk proses pembelajaran. Fasilitas lainnya yaitu tersedianya
sistem transportasi yang memiliki akses ke semua sekolah di singapura yang
memudahkan siswa untuk menuju ke sekolahnya.
Faktor biaya juga sangat mempengaruhi kualitas
pendidikan. Karena jika biaya sekolah murah, setiap orang di negara tersebut
dapat mengenyam pendidikan dengan mudah. Di singapura, biaya pendidikan
disesuaikan dengan kemampuan rakyat, ditambah lagi dengan beasiswa bagi rakyat
yang kurang beruntung.[9]
Faktor lain yang menyebabkan singapura menjadi negara
dengan sistem pendidikan terbaik di ASEAN adalah faktor pendidik. Proses
penyaringan untuk menjadi guru sangat ketat dan calon guru yang di terima
disesuaikan dengan jumlah guru yang diperlukan, sehingga semua calon guru
tersebut pasti akan mendapatkan pekerjaan. Setelah teraudisi, para calon guru
diberi pelatihan sebelum bekerja, sehingga guru-guru sudah mendapatkan
pembekalan sebelumnya. Selain itu, gaji yang diberikan untuk guru-guru di
singapura juga banyak. Hal itu menyebabkan kehidupan guru-guru terjamin
kesejahteraannya.[10]
8. Analisis
Lembaga pendidikan Islam (madrasah) dikelola secara
modern dan profesional, dengan kelengkapan perangkat keras dan lunak. Dari
seluruh madrasah Islam (sebanyak enam buah, seluruhnya di bawah naungan MUIS),
sistem pendidikan diterapkan dengan memadukan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu
umum. Keenam madrasah itu adalah madrasah Al-Irsyad Al-Islamiah, madrasah
Al-Maarif Al-Islamiah, madrasah Alsagoff Al-Islamiah, madrasah Aljunied
Al-Islamiah, madrasah Al-Arabiah Al-Islamiah, dan madrasah Wak Tanjong
Al-Islamiah. Dilihat sebagai model pendidikan Islam yang segelombang dengan
dunia modern, Al Irsyad kini bahkan menjadi model bagi banyak sekolah serupa di
kawasan Asia Selatan.[11]
Kurikulum pendidikan Singapura ternyata tidak berbeda
jauh dari kurikulum pendidikan di Indonesia. Mereka juga menyelenggarakan ujian nasional atau yang sering disebut UN bagi semua siswa setiap akan melanjutkan pendidikan
ke jenjang berikutnya.
Bedany,UN di Singapura tidak
menentukan kelulusan seseorang karena, menurut pemerintah Singapura, setiap orang punya
kesempatan sama untuk melanjutkan pendidikan. Tetapi di Indonesia UN sangat mempengaruhi kelulusan siswa yaitu UN
menjadi tolak ukur kelulusan siswa.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Singapura adalah sebuah pulau yang terletak di ujung
Semenanjung Tanah Melayu, penduduk negara pulau ini adalah multi etnis.
Singapura menganut sistem sekuler, di mana pemerintah menerapkan netralitas
terhadap semua agama yang ada.
Islam masuk ke Singapura lebih kental dengan nuansa tasawuf. Buktinya pengajaran tasawuf ternyata sangat diminati oleh ulama-ulama tempatan dan raja-raja Melayu. Selain tarekat itu juga dijumpai tarekat Al-Qadiriyyah Wa al Naqshabandiyyah. Muslim Singapura terbagi kepada dua kelompok besar, yaitu etnis Melayu sekitar 90%. Sisanya adalah etnis non-Melayu (India, Timur Tengah, Indonesia, dan lain-lain) sekitar 10%.
Pendidikan agama Islam di Singapura dijalankan mengikuti tradisi dan sistem persekolahan modern. Sistem tradisional, mengikuti pola pendidikan Islam berdasarkan sistem persekolahan pondok Malaysia dan Patani atau pesantren di Indonesia.
Islam masuk ke Singapura lebih kental dengan nuansa tasawuf. Buktinya pengajaran tasawuf ternyata sangat diminati oleh ulama-ulama tempatan dan raja-raja Melayu. Selain tarekat itu juga dijumpai tarekat Al-Qadiriyyah Wa al Naqshabandiyyah. Muslim Singapura terbagi kepada dua kelompok besar, yaitu etnis Melayu sekitar 90%. Sisanya adalah etnis non-Melayu (India, Timur Tengah, Indonesia, dan lain-lain) sekitar 10%.
Pendidikan agama Islam di Singapura dijalankan mengikuti tradisi dan sistem persekolahan modern. Sistem tradisional, mengikuti pola pendidikan Islam berdasarkan sistem persekolahan pondok Malaysia dan Patani atau pesantren di Indonesia.
B. Penutup
Demikian uraian yang telah kami paparkan, melalui
makalah ini tentunya kami masih banyak kekurangan, khususnya dalam penulisan
maupun penyusunannya, kami mohon kritik dan saran dari pembaca.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr. Munzir Hitami,
2006, “ Sejarah Islam Asia Tenggara”, Alaf Riau, Pekanbaru.
id. wikipedia. org/wiki/Kategori:
Islam_di_Singapur.
muslim.or.id/infokajian/singapura/pengajian-rutin-islam-di-singapura.html
www. antara.co.id/arc/2007/10/27/sekolah-islam-di-singapura-akan-naikan-standar-akademis.
www. antara.co.id/arc/2007/10/27/sekolah-islam-di-singapura-akan-naikan-standar-akademis.
Zuhairini, dkk.
1994, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta :Bumi Aksara. http://hariansib.com/?p=32141.
http://nasional.kompas.com/read/2008/08/01/05332920/pendidikan.versi.singapura http://limagonzalez.wordpress.com.
Komentar
Posting Komentar