Guru dan Profesinya

BAB I
Pendahuluan

Profesi secara minimal menuntut dua hal yang sangat mendasar yaitu basik keilmuan dan pengabdian (altruisitik). Profesi mempunyai basik keilmuan artinya profesi membu-tuhkan pijakan keilmuan yang kuat untuk membangun suatu profesi sebagai pekerjaan sekaligus penghidupannya. Di samping itu, profesi juga harus didasari sem-angat pengabdian, mental altruistik untuk mementingkan masyarakat atau orang lain.
Perilaku demikian semestinya menjadi dasar pula bagi para guru, sebagai salah satu profesi dalam masyarakat. Sebaiknya guru sebagai satu profesi dimulai, dibentuk, dan dibangun dari lembaga pendidik, sebagai basik keilmuan yang akan mendukung dalam menjalankan profesi ini. Dengan basik keilmuan inilah memungkinkan untuk memberikan pengabdian terbaik kepada peserta didik seluruhnya.
Maka dalam makalah ini akan dibahas apa sebenarnya profesi itu? Bagaimana profesi guru dalam pandangan Islam? Dan lain sebagainya yang terkait dengan tema tersebut.






BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Guru

Guru merupakan istilah asli Indonesia. Guru dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai seorang yang pekerjaannya, mata pencaharianannya, profesinya mengajar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 377). Istilah ini sangat familiar dalam dunia pendidikan di Indonesia sebagai suatu profesi misalnya, harus memperhatikan aspek dan profesi lain dalam masyarakat. Aspek dan profesi lain yang harus diperhatikan oleh profesi dokter misalnya aspek agama, ekonomi bahkan aspek politik sebagai pemegang otonomi kebijakan. Lebih penting lagi dikarenakan klien atau pengguna suatu profesi mempunyai background dan lingkungan sendiri.
Sebagai suatu profesi yang masyarakat luas selalu menggunakannya maka profesi pun harus memperhatikan lingkungan masyarakat pengguna dengan berbagai aspeknya. Menurut Muhaimin dalam kajiannya tentang profesionalisme guru pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar, menegaskan bahwa seseorang dikatakan profesional apabila melekat pada dirinya tiga halpokok yaitu pertama, sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, kedua, sikap komitmen terhadap mutu proses atau hasil kerja dan ketiga, sikap continous improvement, yaitu sikap untuk selalu berusaha memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman.
Agar seorang guru cakap dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang guru, maka ia harus melengkapi diri dengan beberapa kompetensi. Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru antara lain, kompetensi pribadi dan sosial dan kompetensi profesional (Samana, 1994: 54-60). Samana menggabungkan antara kompetensi sosial dan pribadi sebagai satu kesatuan dan memisahkan kompetensi profesional sebagai kompetensi tersendiri. Senada dengan klasifikasi di atas, ada tiga macam kompetensi yangharus dimiliki oleh seorang guru yaitu kompetensi pribadi, kompetensi sosial dan kompetensi professional (Umi Macmudah dan Abdul Wahab Rosyidi, 2008: 13). Machmudah memisahkan secara jelas antara kompetensi pribadi dan kompetensi sosial dan menambahkan dengan kompetensi profesional. Baik Samana atau Machmudah mengklasifikasikan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru ada tiga macam tersebut yaitu kompetensi pribadi, sosial dan kompetensi profesional.
Samana (1994: 55) selanjutnya memberikan penjelasan tentang kompetensi pribadi dan sosial mengutip dari Lardizabal dalam bukunya, Principles and Methods of Teaching, dalam dua belas item yaitu:
1.   Guru menghayati serta mengamalkan nilai hidup (termasuk nilai      moral dan keimanan).
2.   Guru hendaknya bertindak jujur dan bertanggung jawab.
3.   Guru mampu berperan sebagai pemimpin baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
4.   Guru bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi dengan siapapun demi tujuan yang baik.
5.   Guru mampu berperan serta aktif dalam pelestarian dan pengembangan budaya masyarakatnya.
6.   Guru tidak kehilangan prinsip hidup dan nilai yang diyakininya dalam persahabatan dengan siapapun.
7.   Guru bersedia ikut berperan dalam berbagai kegaiatan sosial baik dalam lingkungan kesejawatannya atau lingkungan masyarakat pada umumnya.
8.   Guru adalah pribadi yang bermental sehat dan stabil.
9.   Guru tampil secara pantas dan rapi.
10.       Guru mampu berbuat kreatif dengan penuh perhitungan.
11.       Guru hendaknya mampu bertindak tepat waktu dalam janji dan melaksanakan tugas-tugasnya dan relasi sosial dan relasi profesionalnya.
12.       Guru hendaknya dapat menggunakan waktu luangnya di luar tuntutan tugas keguruannya secara bijaksana dan produktif.







B. Makna Profesi
Profesi mengandung makna pekerjaan atau keahlian tertentu. Profesi dapat diartikan sebagai bidang pekerjaan yang dilandasi dengan pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dsb) tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 897).
Berdasar pengertian di atas, dapat dipahami bahwa profesi diartikan sebagai pekerjaan tertentu sebagai lapangan pekerjaan atau mata pencaharian dan didasari dengan kecakapan tertentu. Jadi pekerjaan dikatakan sebagai suatu profesi apabila mengandung dua unsur sekaligus. Dua unsur tersebut adalah pertama, profesi itu merupakan pekerjaan sebagai lapangan kerja dan mata pencahariannya. Dari pekerjaan tersebut seseorang mendapatkan upah atau gaji sebagai bekal penghidupannya. kedua, profesi itu dicapai dengan keterampilan atau keahlian tertentu. Jadi profesi atau pekerjaan itu membutuhkan suatu kecakapan atau keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan tertentu dalam waktu yang cukup lama. Sebaliknya kecakapan itu bukan diperoleh karena warisan yang diberikan oleh orang tuanya.
Dengan memahami makna di atas, maka guru sebagai profesi haruslah mengandung dua hal tersebut di atas sekaligus. Guru merupakan pekerjaan dalam kesehariannya dan sebagai lapangan kerjanya. Ketika guru dianggap sebagai salah satu lapangan kerja berarti menafikan profesi lainnya yang ada dalam diri seseorang. Atau setidaknya guru diposisikan sebagai profesi pokok, seandainya dia mempunyai profesi lainnya.
Guru sebagai profesi memerlukan keterampilan dan keahlian tertentu. Untuk menjadi seorang guru maka semestinya memerlukan ilmu atau teori keguruan dan keterampilan keguruan. Ilmu, teori keguruan dan keterampilan keguruan didapatkan seseorang dari fakultas kependidikan dan keguruan dalam jangka waktu yang lama dan panjang. Demikianlah idealnya guru sebagai suatu profesi seharusnya memperhatikan dua poin pokok dari profesi.
Sedangkan profesional diartikan sebagai sesuatu yang bersangkutan dengan profesi, sesuatu yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya, sesuatu yang mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya Profesionalisme diartikan sebagai mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang professional (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 897).
Menarik untuk mencermati makna profesional di atas, bahwa profesional mengandung beberapa kriteria pokok. Kriteria profesional adalah sebagai berikut:
Senada dengan kriteria tersebut di atas, ada beberapa kriteria yang dijelaskan oleh Muhtar Luthfi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir (1991: 107) dan Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin Usman (2002: 16) bahwa seseorang dikatakan memiliki profesi apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:
Profesi mengandung keahlian yang diperoleh melalaui proses pembelajaran secara serius bukan warisan. Profesi dipilih karena panggilan hidup dan dijalani sepenuh waktu. Profesi memiliki teori-teori yang baku dan universal. Profesi diperuntukkan kepentingan kemasyarakatan, bukan untuk kepentingan pribadi. Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kecakapan aplikatif. Pemegang profesi memiliki otonomi untuk melakukan tugas profesinya. Profesi memiliki kode etik profesi. Profesi memiliki klien dan pengguna yang jelas.
Menindaklanjuti beberapa kriteria yang diberikan oleh Muhtar Lutfi di atas, Ahmad Tafsir melakukan pembahasan secara terperinci. Ahmad Tafsir (1991: 108–112) dalam analisisnya tentang profesionalisme menegaskan bahwa profesionalisme setidaknya mengandung sepuluh kriteria. Sepuluh kriteria tersebut adalah, sebagai berikut:
1.    Profesi harus memiliki keahlian khusus. Setiap profesi menuntut keahlian tertentu yang dapat mendukung kematangannya dan berbeda dengan keahlian dalam profesi lain. Profesi dalam kedokteran misalnya, memiliki keahlian dan kecakapan yang berbeda dengan keahlian dan kecakapan yang dibutuhkan dalam bidang hukum. Profesi kedokteran akan semakin matang dan mumpuni bila didukung dengan kecakapan dan keahlian dalam kedokteran.
2.    Profesi harus dipahami sebagai panggilan hidup. Profesi dianggap sebagai panggilan hidup artinya profesi ini harus dikerjakan sepanjang waktu sebagai lapangan pengabdiannya. Sebagai panggilan hidup profesi ini dipilih dengan kesungguhan hati dan dilakukan untuk waktu yang lama sepanjang hidup. Jadi profesi ini dipilih bukan dikarenakan motif-motif tertentu, uang, kedudukan dan kehormatan.
3.    Profesi bukan dilakukan dalam situasi dan waktu yang bersifat sementara, part time, tetapi dilakukan dalam waktu yang lama, sepanjang hidup dan dalam kondisi apapun.
4.    Profesi memiliki teori-teori baku yang universal. Profesi tertentu semestinya didasari dengan teori baku yang bersifat pasti. Seseorang tidak mungkin mencapai suatu profesi tertentu tanpa memiliki pengetahuan tentang teori baku tersebut. Sebaliknya seseorang yang tidak mempunyai pengetahuan tentang teori baku tersebut dianggap belum memenuhi syarat atas profesinya. Di samping bersifat baku, teori tersebut juga harus dikenal secara umum oleh pemegang profesi tersebut di manapun berada.
5.    Profesi adalah untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kepentingan diri sendiri. Pada dasarnya profesi apapun yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, seluruhnya diabdikan untuk kepentingan masyarakat. Profesi merupakan salah satu media dan alat untuk mengabdi kepada masyarakat luas, bukan media untuk kepentingan pribadi misalnya, kemewahan dan uang, jabatan dan lain sebagainya. Meskipun profesi merupakan media untuk mengabdi, tetapi seseorang dengan profesi tertentu juga layak untuk menerima penghargaan dari masyarakat atau negara. Jadi tidak salah masyarakat memberi penghargaan semestinya dan sebaliknya seseorang yang berprofesi tertentu menerimanya. Hal itu dapat dipahami sebab profesi dengan keahlian tertentu memerlukan biaya sewaktu mempelajari dan mendalaminya, atau mengamalkan dan mengembangkannya. Profesi harus dilengkapi dengan kecakapan diagnostik dan kecakapan aplikatif. Kecakapan diagnostik dalam suatu profesi menjadi keniscayaan bagi pemiliknya, begitu juga dengan kecakapan aplikasinya.
6.    Pemegang profesi mempunyai otonomi dalam melakukan profesinya. Pemegang profesi tertentu itulah yang mempunyai wewenang untuk melakukan profesinya. Orang lain dengan profesi lain tidak diperkenankan untuk ikut campur tangan melakukan kewenangannya dan ikut berbicara seakan-akan paham dengan persoalan dalam profesi tertentu tersebut.
7.    Profesi hendaknya mempunyai kode etik yang dinamakan dengan kode etik profesi. Kode etik itu menjadi panduan dan pedoman bagi seseorang dalam melakukan tugas profesinya. Kode etik itu harus diakui dan dipatuhi oleh semua orang dengan profesi yang sama, di samping masyarakat luas.
8.    Profesi harus memiliki klien yang jelas dan pasti. Klien yang dimaksudkan di sini adalah semua pengguna dan pemakai jasa atas pekerjaan atau profesi tertentu. Sehingga tidak ada profesi yang tidak mempunyai pengguna atau pemakai. Suatu profesi timbul dan tumbuh di tengah-tengah masyarakat dilatarbelakangi oleh tuntutan dan kebutuhan lapisan masyarakat. Maka tidak ada suatu profesi di masyarakat yang tidak dibutuhkan oleh sebagian lapisan masyarakat, sungguhpun itu hanya sebagian kecil masyarakat.
9.    Profesi memiliki organisasi profesi. Sebaiknya setiap profesi mengorganisir diri dalam organisasi profesi. Semua orang yang berprofesi di bidang hukum sebaiknya mengorganisir diri dalam organisasi hukum, demikian pula organisasi guru atau dokter. Organisasi ini menjadi sangat penting dalam upaya meningkatkan profesionalisme di bidangnya sehingga layanan profesinya akan selalu meningkat. Di samping itu, masalah-masalah baru yang timbul terkait dengan profesinya dapat disikapi dan diinformasikan ke teman sejawat seprofesinya.
10.      Profesi mengenali hubungan dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan. Dalam kehidupan bermasyarakat tidak ada satu profesi pun yang terlepas dari profesi atau pekerjaan lain dan tidak berkait sama sekali, tetapi masing-masing aspek saling berkait dan berhubungan. Menurut Muhaimin dalam kajiannya tentang profesionalisme guru pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar, menegaskan bahwa seseorang dikatakan profesional apabila melekat pada dirinya tiga hal pokok yaitu pertama, sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, kedua, sikap komitmen terhadap mutu proses atau hasil kerja dan ketiga, sikap continous improvement, yaitu sikap untuk selalu berusaha memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zaman.
Samana (1994: 55) selanjutnya memberikan penjelasan tentang kompetensi pribadi dan sosial mengutip dari Lardizabal dalam bukunya, Principles and Methods of Teaching, dalam dua belas item yaitu:
a)       Guru menghayati serta mengamalkan nilai hidup (termasuk nilai moral dan keimanan).
b)       Guru hendaknya bertindak jujur dan bertanggung jawab di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah.
c)       Guru bersikap bersahabat dan terampil berkomunikasi dengan siapapun demi tujuan yang baik.
d)       Guru mampu berperan serta aktif dalam pelestarian dan pengembangan budaya masyarakatnya.
e)       Guru tidak kehilangan prinsip hidup dan nilai yang diyakininya dalam persahabatan dengan siapapun.
f)         Guru bersedia ikut berperan dalam berbagai kegaiatan sosial baik dalam lingkungan kesejawatannya atau lingkungan masyarakat pada umumnya.
g)       Guru adalah pribadi yang bermental sehat dan stabil.
h)       Guru tampil secara pantas dan rapi.
i)         Guru mampu berbuat kreatif dengan penuh perhitungan.
j)         Guru hendaknya mampu bertindak tepat waktu dalam janji dan melaksanakan tugas-tugasnya.
Machmudah dan Abdul Wahab Rosyidi, 2008: 13). Samana (1994: 61) menjelaskan bahwa kompetensi profesionalisme yang harus dimiliki dan dilakukan guru dalam melaksanakan tugas keguruan terangkum dalam penjelasan berikut ini:
1)  Guru dituntut menguasai bahan ajar secara baik.
Guru dituntut untuk menguasai materi pembelajaran secara mendalam untuk membantu mengembangkan pengetahuan siswa serta memberikan kecakapan tertentu yang sesuai dengan tuntutan zaman dan masyarakat. Materi pelajaran itu baik materi pokok, materi pengayaan ataupun materi penunjang yang menunjang tujuan pengajaran.
2)  Guru mampu mengelola proses belajar mengajar.Di samping materi ajar, guru juga dituntut untuk memiliki kemampuan untuk menguasai dan mengelola proses pembelajaran di kelas yang terangkum dalam Rencana Proses Pembelajaran (RPP).
3)  Guru mampu mengelola kelas.
Mengelola kelas artinya kemampuan guru untuk menciptkan suasana kelas yang kondusif dalam pembelajaran khususnya bagi peserta didik. Peserta didik dapat melakukan proses pembalajaran dengan motivasi dan semangat yang tinggi, dan salah satu faktornya adalah performan guru.
4)  Guru mampu menggunakan media dan sumber pengajaran.
Media merupakan alat untuk menyampaikan pesan pengajaran kepada peserta didik sehingga lebih mudah ditangkap atau diterimanya.
5)  Guru menguasai landasan-landasan kependidikan.
Landasan kependidikan yang dimaksudkan adalah disiplin keilmuan yangdibutuhkan oleh seorang guru sebagai suatu profesi, misalnya ilmu pendidikan, psikologi pendidikan, administrasi pendidikan, bimbingan dan konseling dan filsafat pendidikan.
6)  Guru mampu mengelola interaksi belajar mengajar.
Dalam interaksi dengan peserta didik secara umum, guru hendaknya dapat berperan sebagai motivator belajar, inspirator, organisator, fasilitator dan evaluator dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran di kelas atau kondisi sekolah secara umum.
7)  Guru mampu menilai prestasi belajar siswa untuk kepentingan pengajaran.
8)  Guru mengenal fungsi serta program pelayanan bimbingan dan penyuluhan.
9)  Guru mengenal dan mampu ikut penyelenggaraan administrasi sekolah.
10)               Guru memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan dan mampu menafsirkanhasil-hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan pengajaran. Berdasar kecakapan di atas, maka ada beberapa kriteria tentang penilaian kecakapan guru. Artinya guru dipandang profesional atau tidak dengan cara melihat sepuluh kriteria kecakapan dalam pembelajarannya di kelas. Sepuluh kecakapan tersebut adalah:
a.   Asas siswa aktif
b.   Asas motivasi dalam belajar
c.   Asas pusat minat
d.   Asas persepsi, korelasi, dan integrasi
e.   Asas individualisasi
f.    Asas peragaan
g.   Asas kooperasi8. Asas pengajaran multi sumber
h.   Asas kesinambungan belajar
i.     Asas penilaian



C.     Guru dalam Perspektif Islam
Orang tua merupakan orang yang paling bertanggung jawab dalam proses pendidikan anak dan perkembangannya. Anak merupakan amanah bagi kedua orang tua agar mereka merawat dan mendidiknya. Dalam pandangan Islam orang tua mempunyai kewajiban untuk memelihara dan memenuhi kebutuhan fisik yang dibutuhkan oleh anak. Di samping itu, orang tua juga mempunyai kewajiban bersifat spiritual untuk mendidik anaknya, agar menjadi anak yang saleh.
Anak sebagai individu mempunyai potensi dasar yang dapat dikembangkan secara maksimal oleh orang tuanya. Sebagaimana diketahui bahwa anak dilahirkan dalam keadaan fitrah suci artinya seorang anak dilahirkan dengan potensi dasar, sebagaimana dikembangkan dalam teori nativisme. Sekaligus Islam mengakui adanya peran lingkungan dalam perkembangan
dan pendidikan anak-anaknya. Lingkungan yang dimaksudkan adalah lingkungan alam sekaligus lingkungan sosial di sekitarnya.
Jadi orang tua mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mendidik anak-anaknya.
Guru merupakan tanganpanjang orang tua yang mempunyai tanggung jawab untuk menggantikan posisi orang tua.
Ada beberapa alasan guru menggantikan posisi orang tua dalam tangung jawab akan pendidikan anak. Alasan tersebut antara lain pertama, alasan ekonomi artinya keterbatasan kemampuan finansial memaksa orang tua untuk menyerahkan anak-anaknya pada seorang guru. Sebaliknya orang tua mempunyai kemampuan untuk bekerja mencari nafkah sebagai bekal penghidupannya.
Kedua, kemampuan keilmuan. Ilmu pengetahuan yang berkembang demikiancepat dan pesat memaksa semua orang tua untuk menyerahkan pendidikan anak-anaknya pada lembaga pendidikan. Orang tua tidak mempunyai daya dan kemampuan untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat, sebagai bekal bagi pendidikan anak-anaknya. Sehingga akhirnya gurulah orang yang bertanggung jawab menggantikan peran orang tua dalam pendidikan anak-anaknya.
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, istilah yang dipergunakan untuk memaknai seorang guru sangat banyak. Kadang menggunakan istilah murabbiy, atau mu’allim, atau mursyid, atau mu’adib dan mudarris.
Sebagai murabbiy guru berkewajiban untuk mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya agar tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakatnya dan alam sekitarnya. Hal ini dapat dipahami dari akar kata Rabb al alamin atau Rabb al naas yang berarti menciptakan, mengÙˆatur dan memelihara alam seisinya termasuk manusia. Sebagai muallim guru dituntut mampu menjelaskan hakekat ilmu yangdiajarkannya dan menjelaskan dimensi teoritis dan praktisnya dan berusaha membangkitkan peserta didik untuk mengamalkannya. Sebab ilmu berasal dari ilm yang berarti menangkap hakekat sesuatu.
Tugas guru sebagai mursyid artinya dia mampu menularkan penghayatan akhlak dan kepribadiannya kepada peserta didiknya baik yang berupa etos ibadah, etos kerja, etos belajar maupun dedikasinya yang serba lillahi ta’ala (mengharap semata-mata ridlo Allah). Sebagai muadib artinya seorang guru adalah orang yang beradab serta mempunyai peran dan fungsi untuk membangun peradaban yang ber
kualitas dalam masyarakatnya. Sedang sebagai mudarris artinya guru mampu mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidak-tahuan, menghilangkan kebodohan dan melatih keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemam-puannya.
Tugas sebagai seorang guru yang harus dilaksanakan bagi anak didiknya semestinya merupakan tugas kombinasi dari tugas murabbiy, mu’allim, mursyid, mu’adib dan mudarris.
Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Al Ghozali dalam ihya ulumuddin(55-58). Beliau mengatakan seorang guru sebaiknya memperhatikan beberapa tugas antara lain : Mengasihi anak didiknya seperti halnya mengasihi anaknya sendiri dalam upaya menye-lamatkan anak didik dari api neraka. Tidak menuntut bayaran,ucapan terima kasih atas ilmu yang diajarkannya kepada anak didiknya kecuali hanya mengharap ridlo Allah. Memberi nasehat kepada anak didiknya untuk menuntut ilmu secara bertahap dari ilmu jaliy menuju
ilmu khofiy, sesuai dengan prinsip kemudahan. Memberi nasehat anak didik yang jelek akhlaknya dengan bahasa yang halus, jika memungkinkan dan penuh kasih sayang. Memberi nasehat kepada anak didiknya untuk mempelajari ilmu-ilmu lain, tanpa menjelek-jelekkan suatu ilmu atas ilmu lain. Mengajarkan ilmu kepada anak didiknya sesuai dengan kadar kemampuan anak didiknya. Mengajarkan ilmu-ilmu yang bersifat sederhana bagi siswa yang kemampuannya terbatas. Sebaiknya seorang guru mengamalkan ilmu yang telah diajarkannya bagi anak didiknya.
Dalam salah satu penjelasannya Imam Al Ghozali mengatakan sebagai berikut: Artinya: Mengasihi anak didiknya dengan memperlakukan mereka sebagai anaknya sendiri, Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya saya bagi kamu semua seperti bapak terhadap anaknya”, dan dengan tujuan menyelamatkan mereka dari api neraka, dan hal ini lebih penting dari penyelamatan orang tua atas anaknya dari api duniawi, oleh sebab itu haknya guru itu lebih utama dari hak kedua orang tua...(halaman 55). Hal ini menunjukkan bahwa guru dalam perspektif Islam menempati posisi yang sangat mulia dan terhormat. Sebagaimana digambarkan oleh Imam Al Ghozali tersebut, jika orang tua cenderung menyelamatkan anak-anaknya dari api duniawi, maka guru dengan tugas-tugas pendidikan dan pengajarannya dapat menyelamatkan anak didiknya dari api neraka.







D.     Profesionalisme dalam Perspektif Islam
Bahwa Islam memandang kehidupan itu berdasar tiga prinsip utama yaitu prinsip tujuan, kesatuan dan keseimbangan (Ishaq Ahmad Farhan, 1979: 17-19). Kehidupan yang dimaksudkan dalam konteks ini menyangkut tiga persoalan pokok yaitu kehidupan makhluk hidup, manusia dan alam semesta seluruhnya, sehingga Islam mempunyai cara pandang tersendiri tentang makhluk hidup, manusia dan alam semesta.
Berdasar prinsip yang pertama (al-khalqu al-hadif), semua makhluk hidup seluruhnya  senantiasa mempunyai tujuan yaitu kehidupan yang beriman, yang tunduk pada hukum Allah (sunnatullah),serta mengandung kebahagiaan dan kesenangan sesuai dengan firman Allah dalam surat al Mulk :2.
Artinya: Dialah Allah yang telah menciptakan kematian dan kehidupan untuk mengujimu, siapakah diantara kamu yang paling baik amalnya, dan Dia Maha Mulia dan Maha Pengampun (al Mulk : 2). Berdasar prinsip tersebut, manusia juga mempunyai tujuan yaitu beriman kepada Allah dan beribadah kepadaNya secara benar. Beribadah dalam makna yang luas dan dalam, sebagaimana firman Allah dalam surat al Dzariyat : 56.Artinya: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu (al-Dzariyaat: 56). Begitu pula dengan kehidupan alam semesta ini baik kehidupan binatang atau alam semesta seluruhnya menjadi kehidupan yang bermanfaat, berguna bagi semua makhluk hidup dan sesuai dengan hukum-hukum Allah (sunatullah), jauh dari kesia-siaan, sebagaimana dalam surat alAnbiya:16.
Artinya: Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi dan segala sesuatu yang berada diantara keduanya dengan bermain-main (al-Anbiya: 16).
Prinsip pertama di atas pada hakekatnya sesuai dengan mentalitas profesionalisme yaitu altruistik sebagai manifestasi mental untuk lebih mementingkan kepentingan orang lain sebagai bentuk pengabdian. Upaya untuk memberikan pengabdian inilah dasar profesionalisme dalam Islam.Prinsip kedua (al-wahdah)maksudnya bahwa Allah menciptakan alam semesta, manusia, dan kehidupan ini dalam keseimbangan yang sempurna. Kehidupan secara universal terdiri dari berbagai aspek kehidupan dengan berbagai profesi yang menjadi suatu pola yang harmonis. Sehingga harmonisasi dari berbagai profesi menjadikan suasana saling melengkapi, menutup kekurangan dan kelemahan dan hidup ini lebih dinamis dan utuh.Maksud prinsip keseimbangan (al-ittizan) bahwa Allah menciptakan alam semesta, manusia, dan segala unsur kehidupan ini dalam keseimbangan, tidak ada pertentangan antar berbagai unsur kecuali dalam prinsip keseimbangan. Dia telah menciptakan alam semesta dan menjadikan unsur-unsurnya dalam keseimbangan yang menakjubkan, keseimbanagan dalam skala kecil atau keseimbangan dalam skala besar. Dia telah menciptakan manusia dari tanah dan ruh, sebagaimana firman Allah dalam surat al Hijr : 29.
Artinya: Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruhKu, maka tunduklah kamu kepadaNya dengan bersujud (al Hijr : 29).
Dengan prinsip keseimbangan ini diharapkan dapat terwujud keseimbangan dalam berbagai hal, keseimbangan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi, jasmani dan rohani, individu dan komunitaasnya. Bahkan keseimbangan antar berbagai unsur dalam kehidupan ini.
Keseimbangan antara kehidupan duniawi dan kehidupan ukhrowi sebagaimana tercermin dalam friman Allah dalam surat Al-Qashas: 77.
Artinya: Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akherat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari kehidupan duniawi, dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Dalam hadis Rasulullah saw juga bersabda, sebagai berikut:
Artinya: Bekerjalah untuk kehidupan duniamu seakan-akan kamu akan hidup selamanya dan bekerjalah untuk akheratmu seakan-akan kamu akan mati besuk (al Hadis) Prinsip keseimbangan ini dalam kehidupan masyarakat tercermin dalam pandangan Islam tentang keseimbangan ilmu yang dibutuhkan individu dan masyarakat, ilmu humaniora, sosial dan ilmu alam yang ada kaitannya dengan alam semesta, manusia dan kehidupan, yang dapat membawa kebahagiaan seseorang di dunia dan akherat, dengan berdasar keseimbangan antara teori dan praktik, ucapan dan tindakan. Juga tercermin dalam keragaman profesi yang dibutuhkan masyarakat dalam kehidupannya.
Maka pendidikan dan pengajaran sebagai suatu profesi tidak dapat dipisahkan dari tujuan pendidikan agama dan petunjuk agama dalam kehidupan, bahkan pendidikan dan pengajaran merupakan sarana dan media bagi Allah untuk memuliakan Adam atas semua makhluk lainnya, dan merupakan alat bagi Nabi Muhammad untuk menyebarkan agama, mendidik generasi, mengatur kehidupan dengan seluruh aspeknya sesuai dengan petunjuk al Qur’an al karim, firman Allah dalam surat Al-Jumu’ah: 2.Artinya: Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayatNya kepada meraka, mensucikan kepada mereka dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka itu sebelumnya dalam keadaan sesat yang nyata (al-Jumu’ah: 2).
Sedangkan profesionalisme diartikan sebagai mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang profesional (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2002: 897). Jadi suatu profesi atau pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang memiliki kecakapan dan keahlian yang sesuai tentu akan melahirkan mutu dan kualitas tertentu, sebagai ciri dan karakternya. Sebaliknya suatu profesi atau pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian dan kecakapan yang sesuai akan melahirkan pekerjaan yang kurang atau tidak bermutu.
Sesuai dengan pengertian di atas, maka tepatlah bahwa profesionalisme dimaknai sebagai paham yang mengajarkan bahwa setiap pekerjaan harus dilakukan oleh orang yang profesional (Ahmad Tafsir, 1991 : 107). Suatu profesi atau pekerjaan semestinya dilakukan oleh orang yang mempunyai kecakapan sesuai dengan profesinya. Dengan berbekal kecakapan dan keahlian yang sesuai dengan profesi dan pekerjaannya, maka hasil kerja yang dilahirkan akan lebih terjamin mutu dan kualitasnya. Memang betul kecakapan dan keahlian sangat penting sebagai bekal suatu pekerjaan atau profesi, tetapi kecakapan dan keahlian yang dibutuhkan adalah kecakapan yang sesuai dengan profesi atau pekerjaannya.
Suatu pekerjaan dikatakan sebagai suatu profesi apabila bercirikan sepuluh karakter tersebut di atas. Dari sepuluh karakter tersebut di atas dapat disarikan menjadi dua item pokok.
Dua item pokok tersebut adalah panggilan hidup atau pengabdian dan keahlian. Panggilan hidup atau pengabdian merupakan sesuatu yang sangat esensial dalam kehidupan.Dalam konteks keislaman pengabdian dapat dimaknai dengan makna ibadah. Ibadah merupakan tuntutan setiap pribadi muslim sebagai wujud keimanan dan keyakinannya kepada Allah. Ibadah dalam Islam mempunyai makna yang luas, dapat dipahami dari perspektif substansi, waktu dan tempatnya.
Pertamadari perspektif substansi, maka semua aktifitas yang baik yang dilakukan manusia dalam rangka mencari keridloan Allah merupakan bentuk ibadah kepada Allah.
Atas dasar ini, maka proses pendidikan dan pengajaran juga termasuk amal ibadah kepada Allah azza wa jalla. Seorang guru yang mengajarkan kebaikan kepada muridnya, berarti
dia telah beribadah kepada Allah dengan mengajarkan kebaikan kepada umat manusia, dan seorang pelajar yang berjalan dalam rangka mencari kebenaran, berarti dia juga beribadah kepada Allah. Allah berfirman dalam surat al-Mujadalah: 11.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan kepadamu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (al-Mujadalah: 11).
Nabi Muhammad saw juga bersabda :
Artinya: Barang siapa yang bepergian untuk mencari ilmu, maka Allah akan membuatkan jalan menuju syurga (al Hadis).Maka pendidikan dan pengajaran yang dilakukan oleh guru merupakan ibadah ilmiah. Ibadah ini ruang lingkupnya sangat luas, alam semesta dengan segala isinya, tumbuhan, hewan, semua benda yang kesemuanya adalah makhluk Allah, dan kesemuanya pula mengajak untuk berfikir dan menuntun untuk mengetahui penciptanya dan beribadah kepada-Nya. Maka manusia adalah makhluk yang paling mulia, yang dibebani dengan taklif Allah, karenanya manusia adalah poros keilmuan dan peribadatan. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah: 31.
Artinya: Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian mengemukakan kepada para malaikat lalu berfirman : “Sebutkanlah kepadaKu nama-nama benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar (al-Baqarah: 31).
Pendidikan yang intinya adalah manusia dan ruang lingkupnya adalah kehidupan alam semesta, maka tujuannya adalah mengetahui Allah dan beribadah kepada-Nya. Jadi guru sebagai suatu profesi di samping sebagai pengabdian atau ibadah dalam perspektif Islam, juga mengandung dimensi keilmuan yang diterima oleh masyarakat, sebagaimana dikatakan oleh Yusuf Amir Faisal (1995 : 173) kutipan dari Frank H. Blackington dalam bukunya, School, Society, and Professional Educator, sebagai berikut profession must satisfy an indispensable social need and be based upon will established and socially acceptable scientific principles.
Kedua dari sisi waktu, ibadah –walaupun ibadah fardhu sudah ditentukan waktu, tujuan dan hikmahnya tetapi dengan maknanya yang luas, maka ibadah ini diperbolehkan dalam setiap
waktu dalam kehidupan duniawi ini dari kanak-kanak hingga usia lanjut, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Mulk: 2. Artinya: Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (al-Mulk: 2).
Ketiga, dilihat dari sisi tempatnya, maka ibadah dalam Islam diperbolehkan dilaksanakan di manapun tempat. Dalam konteks ini pula pendidikan yang dilakukan oleh guru dapat dilakukan dalam berbagai tempat baik pendidikan formal, informal maupun nonformal, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah: 115. Artinya: Dan kepunyaan Allahlah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui (al-Baqarah: 115). Nabi Muhammad saw juga bersabda dalam hadisnya, berikut ini: Artinya: Bumi dijadikan untukku sebagai masjid dan bersuci (al Hadis). Pendidikan dan pengajaran sebagai salah satu profesi, merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah, dapat dilaksanakan di mana saja, tanpa batas, dan diperbolehkan pula dilaksanakan di berbagai lembaga dan yayasan kependidikan. Sebagaimana mencari ilmu juga diperbolehkan di manapun tempat di muka bumi, baik di daratan barat atau timur, walaupun berbeda bahasa dan warna kulit. Allah maha pencipta segala sesuatu dan Dialah Tuhan di barat dan timur, sebagaimana firmanNya dalam surat al-Rum : 22.Artinya: Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui (al-Rum: 2).
Belajar atau menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap pribadi muslim tanpa kecuali, baik ilmu agama maupun ilmu duniawi. Ilmu agama merupakan bekal untuk beribadah kepada Allah, sekedar cukup beribadah kepada Allah. Islam memandang bahwa ilmu secara
umum tidak diklasifikasikan menjadi ilmu agama dan ilmu umum. Semua ilmu pada dasarnya dari Allah, sebagai sarana untuk mengetahui kebesarannya. Sedangkan spesialisasi dalam keilmuan menjadi fardhu ain pula bagi setiap muslim. Tatkala masyarakat muslim membutuhkan spesialisasi dan profesi tertentu dalam komunitas masyarakat, mestinya harus dapat dipenuhi sebagai tuntutan masyarakat.
Dalam hal ini juga harus ada keseimbangan antara ilmu yang dianggap fardhu ain dan fardhu kifayah. Maka bagi seorang muslim dalam pandangan umum menguasai ilmu syariah yang dianggap sebagai fardhu ainsekedar dapat melaksanakan ibadah dan urusan agamanya yang telah diwajibkan oleh Allah seperti sholat, zakat, puasa, haji dan jihad. Kemudian wajib bagi masyarakat muslim pula untuk mewujudkan keseimbangan dalam sepesialisasi keilmuan yang berbeda baik ilmu agama maupun ilmu dunia yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, sebagaimana firman Allah dalam surat al Taubah: 122. Artinya: Tidak sepatutnya bagi semua orang-orang mu’min itu pergi ke medan perang. Mengapa tidak pergi tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaummnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (al-Taubah: 122).
Dalam konteks ini Imam Ghazali juga berkata sebagai berikut : Artinya: Fardhu kifayah adalah setiap ilmu yang dibutuhkan demi tegaknya masyarakat, seperti kedokteran, sebab ilmu ini dibutuhkan untuk kelanggengan kesehatan badan, dan metematika sebab ilmu ini pentign dalam muamalah dan membagi wasiat dan warisan dan lain sebagainya. Nabi juga bersabda dalam hadisnya, sebagai berikut:
Artinya: Tiada seseorang pun yang makan sesuatu lebih baik dari apa yang dimakan karena hasil kerja tangannya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Dawud as. makan karena hasil kerja tangannya sendiri (al Hadis).
Berdasar prinsip kesamaan tujuan, bahwa setiap muslim dengan berbagai profesi dan keahliannya mempunyai tujuan yang sama yaitu mengabdi dan beribadah kepada Allah. Profesi dan keahlian dalam masyarakat merupakan salah satu media untuk beribadah kepada Allah di samping sebagai media untuk mencari penghasilan dan penghidupan.
Di samping panggilan hidup, profesionalisme membutuhkan sikap mau berkorban (altruisme) untuk kepentingan dan kemaslahatan masyarakat. Sikap altruisme ini menjadi pijakan dalam setiap bertindak dan bekerja.



E.     Profesi Guru dalam Perspektif Islam
Islam sangat menghormati keragaman profesi dalam masyarakat, sebagai hasil spesialisasi keilmuan. Semua keragaman profesi dalam masyarakat itu menjadi keniscayaan (sunatullah).
Masyarakat secara umum sangat membutuhkan keragaman profesi. Keragaman profesi dalam kehidupan masyarakat menjadi fard-hukifayah, artinya sudah semestinya sebagian anggota mas-yarakat berkewajiban mempunyai profesi yang dibutuhkan masyarakat. Islam tidak menjelaskan tentang pentingnya profesi dan keberagamannya dalam masyarakat. Setidaknya tersirat dalam beberapa dalil, ayat ataupun hadis yang mengandung pentingnya makna profesi, sekaligus pentingnya keragaman profesi dalam masyarakat. Demikian pula denganesensi profesi guru dalam komunitas masyarakat muslim.Ilmu dalam perspektif Islam mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan terhormat.
Begitu terhormatnya ilmu, maka Islam mewajibkan bagi semua pemeluknya untuk menuntut ilmu. Ilmu yang menjadi syarat mutlak untuk beribadah kepada Allah secara personal menjadi wajib hukumnya. Maka pendidikan dan pengajaran yang dilakukan oleh guru dianggap sebagai profesi mulia sebagaimana pandangan Islam tentang ilmu dengan berdasar pada surat Taubah ayat 122, surat al Jum’ah ayat 2 dan surat al Mujadalah ayat 11 di atas.
Di samping ayat di atas, secara eksplisit pula Imam Ghozali dalam kitabnya memberikan gambaran mempelajari suatu cabang ilmu menjadi fardhu kifayah jika dalam komunitas masyarakat muslim ada satu kelompok yang mempelajarinya. Sebaliknya menjadi fardhu ain, manakala belum ada seseorang pun yang mempelajarinya. Cabang ilmu dalam konteks ini dapat disejajarkan dengan keragaman profesi yang dibutuhkan dalam masyarakat.Sebagaimana telah disebutkan dalam pandangan filosofis Islam di atas yaitu ciptaan yang bertujuan (al kholqu al hadif),kesatuan   (al wihdah) dan keseimbangan (al ittizan) tentang manusia, kehidupan dan alam semesta.
Pengabdian yang dimaksudakan di sini adalah pengabdian dalam berbagai perspektif dan makna yang sangat luas dan dalam. Maka untuk beribadah kepada Allah dapat dilakukan oleh seorang muslim melalui berbagai aktifitas dan pekerjaan yang sangat beragam dalam masyarakat, sebanyak kegiatan yang dibutuhkan masyarakat termasuk melalui proses pendidikan dan pengajaran, di samping melalui kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya dan aspek lain dalam masyarakat.
Demikian pandangan Islam tentang profesi guru sebagai suatu profesi yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Profesi minimal menuntut tiga hal pokok yaitu dedikasi, komitmen terhadap keilmuan dan tugas, serta pengabdian. Guru sebagai satu profesi minimal harus mempunyai tiga sikap dasar tersebut yaitu dedikasi, komitmen dan pengabdian. Ketiga sikap itu menjadi manifestasi dari tugas muslim sebagai hamba Allah yaitu beribadah dalam makna yang seluas-luasnya.
Dengan mengajar seorang muslim dapat memberikan pencerahan sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dan upaya taqarrub kepada sang khalik. Masyarakat yang mendapatkan pencerahan dan pengajaran menjadi masyarakat yang teratur, berdasar pada prinsip-prinsip beribadah kepada Allah.










DAFTAR PUSTAKA

A Samana. 1994. Profesionalisme Keguruan, Yogyakarta: Kanisius.
A. Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Farhan, Ishaq Ahmad. 1983. al Tarbiyah al Islamiyah Baina al Asholah wal Muashiroh, Ordon: Darul Furqon.
Machmudah, Umi dan Rosyadi, Abdul Wahab, Pembelajaran Bahasa Arab Aktif.Malang. Ma’luf, Louis. 1986.
Al Munjid fi al Lughat wal Ilm, Beirut: Darul Masyriq. Munawir, Ahmad Warson. 1988.
Al Munawir, Yogyakarta: Ponpes Al Munawir. Muhaimin. 2002.
Paradigma Pendidikan Agama Islam, Bandung: Remaja Rosda Karya.
Nurdin, Syafruddin dan M. Basyiruddin Usman. 1995.
 Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, Jakarta:Ciputat Press.
Ubiyati, Nur. 1997.Ilmu Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia.
Soetjipto dan Raflis Kosasih. 1994.
Profesi Keguruan, Jakarta: Rineka Cipta.
WJS Purwodarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan Nasional Indonesia.

Komentar

Postingan Populer