Pendidikan Islam Pada Masa Reformasi
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan di era reformasi
lahir sebagai koreksi, perbaikan, dan penyempurnaan atas berbagai kelemahan
kebijakan pemerintahan Orde Baru yang dilakukan secara menyeluruh yang meliputi
bidang pendidikan, pertahanan, keamanan, agama, sosial, ekonomi, budaya,
pendidikan, kesehatan, dan lingkungan. Berbagai kebijakan tersebut diarahkan
pada sifatnya yang lebih demokratis, adil, transparan, akuntabel, kredibel, dan
bertanggung jawab dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, tertib,
aman dan sejahtera.
Pendidikan era reformasi
telah melahirkan sejumlah kebijakan strategis dalam bidang pendidikan yang
pengaruhnya langsung dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas dan
menyeluruh, bukan hanya bagi sekolah umum yang bernaung dibawah Kementerian
Pendidikan Nasional saja, melainkan juga berlaku bagi madrasah dan Perguruan
Tinggi yang bernaung di bawah Kementerian Agama.
B. Rumusan
Permasalahan
1. Bagaimana
pengertian pendidikan islam dan reformasi?
2. Seperti
apakah pendidikan islam masa reformasi?
3. Bagaimanakah
perkembangan pendidikan islam saat ini?
C. Tujuan
pembahasan
1. Mengetahui
pengrtian pendidikan islam dan reformasi
2. Mengetahui
pendidikan islam masa reformasi
3. Mengetahui
perkembangan pendidikan islam saat ini
BAB
II
PEMBAHSAN
A. Pengertian Pendidikan Islam dan Reformasi
Berdasarkan UU sisdiknasno
20 tahun 2003 Pendidikan adalah “usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara”.[1]
Pengertian pendidikan Islam yaitu “sebuah
proses yang dilakukan untuk menciptakan manusia- manusia yang seutuhnya yaitu beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan serta mampu mewujudkan eksistensinya sebagai khalifah
Allah dimuka bumi, yang berdasarkan kepada ajaran Al-qur’an dan Sunnah, maka
tujuan dalam konteks ini terciptanya insan kamil setelah proses pendidikan
berakhir.[2]
Pengertian
reformasi umumnya merujuk pada gerakan
mahasiswa pada tahun 1998 yang menjatuhkan kekuasaan presiden Soeharto atau era
setelah orde baru[3]
Pengertian
pendidikan islam di era reformasi adalah pendidikan yang lahir sebagai koreksi,
perbaikan, dan penyempurnaan atas berbagai kelemahan kebijakan pemerintahan Orde
Baru. Berbagai kebijakan tersebut diarahkan pada sifatnya yang lebih
demokratis, adil, transparan, akuntabel, kredibel, dan bertanggung jawab dalam
rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, tertib, aman dan sejahtera.
Pendidikan
islam era reformasi mulai mengembangkan
diri dan mulai menemukan sistem pendidikan yang secara konfrehensif. Islam
bukan hanya sebagai agama melainkan sebagai tuntutan hidup sehari-hari karena
islam adalah ajaran yang bersifat universal. Pendidikan era reformasi telah melahirkan
sejumlah kebijakan strategis yang pengaruhnya langsung dapat dirasakan oleh
masyarakat secara luas dan menyeluruh, bukan hanya bagi sekolah umum yang
bernaung dibawah Kementerian Pendidikan Nasional saja, melainkan juga berlaku
bagi madrasah dan perguruan tinggi yang bernaung di bawah Kementerian Agama.[4]
B. Pendidikan Islam Masa Reformasi
Program
peningkatan mutu pendidikan yang telah direncanakan oleh pemerintah orde baru
terpaksa gagal karena terjadinya krisis ekonomi dan politik. Dalam politik terjadi
pergantian kekuasaan yang disebut dengan reformasi pembangunan, meskipun
demikian sebagian besar roh orde reformasi masih berasal dari orde baru, yang
berbeda hanya adanya kebebasan pers dan persamaan partai.
Secara
ekonomi, terjadinya krisis yang berkepanjangan, beban pemerintah menjadi sangat
berat sehingga terpaksa, menghapus kebijakan-kebijakan program pemerintah
termasuk didalamnya penyetaraan guru-guru. Sekolahpun mengalami masalah berat
sehubungan dengan naiknya biaya operasional disuatu pihak dan makin menurunnya
jumlah pemasukan dari siswa, dan ini menyebabkan terjadinya kemunduran dalam
pembangunan pendidikan.
Pendidikan islam
dimasa orde baru tidaklah seperti pada saat reformasi, ketika itu pendidikan
islam sangatlah terkesan tertutup, pendidikan islam hanya bisa dirasakan oleh
sebagian kecil orang saja dan dimaksudkan hanya untuk kepentingan pribadi
penguasa orde baru saat itu ,yaitu orang yang mengikuti atau yang berada
dibawah kekuasaan soeharto. Pendidikan islam kala itu seperti pesantren sangat
dikhawatirkan akan meruntuhkan atau mengambil alih kekuasaan mereka.
Pada masa pemerintahan reformasi, tumbuhlah
semangat baru untuk merubah tatanan kehidupan bernegara di Indonesia yang lebih
baik, khususnya dalam bidang pendidikan islam, dimana kebijakan-kebijakan
pemerintah mulai dari pemerintah kolonial, awal dan pasca kemerdekaan serta
orde baru terkesan “menganaktirikan”, mengisolasi bahkan akan menghapus sistem
pendidikan islam hanya karena alasan “indonesia bukanlah negara islam”. Namun
berkat semangat juang yang tinggi dari tokoh-tokoh pendidikan islam, akhirnya
berbagai kebijakan tersebut dapat diredam untuk sebuah tujuan ideal yaitu
“Menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia..” seperti yang tercantum dalam UU
SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003. Dan sebenarnya banyak faktor yang m;enyebabkan berbagai
Kebijakan tersebut, baik dari aspek
sosio politik ataupun religius.
Berbagai Kebijakan pemerintah masa reformasi
terhadap pendidikan islam bukanlah sesuatu yang baru tapi untuk memperkuat dan
melanjutkan kebijakan-kebijakan yang telah diambil pemerintah sebelumnya. Salah
satu kebijakannya yaitu melanjutkan program wajib belajar 9 tahun yaitu SD, SMP
atau sederajat.
Pada masa reformasi pendidikan agama islam
lebih diperhatikan dan disamakan kedudukannya dengan pendidikan umum, yaitu
dengan dikeluarkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS yang mengatur
berbagai bidang pendidikan, salah satunya adalah bidang pendidikan agama islam
yang memiliki kedudukan sama dengan pendidikan umum serta dapat dilihat
posisi pendidikan islam didalamnya yang
meliputi pendidikan Islam sebagai mata pelajaran, lembaga, dan nilai. Kedudukan
sebagai mata pelajaran ini semakin kuat dari fase ke fase lain.
Perkembangan
pendidikan islam masa reformasi
Sejalan
dengan adanya berbagai perbaikan politik, keadaan pendidikan islam era
reformasi jauh lebih baik dari pada keadaan di masa pemerintahan Orde Baru, itu disebabkan
karena adanya kebijakan-kebijakan pemerintahan era reformasi diantaranya yaitu
1. Pemantapan
pendidikan islam sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional.
Ini
termuat dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003 yang menyebutkan pesantren, ma’had
ali, RA, Majlis Ta’lim termasuk dalam sistem pendidikan nasional[5] yaitu sebagai penyempurna
UU No 2 tahun 1989 yang hanya menyebutkan madrasah kedalam sistem pendidikan
nasional. Dengan adanya UU No 20 tahun 2003 selain menjadikan eksistensi dan
fungsi pendidikan islam semakin diakui, juga menghilangkan kesan dikotomi dan
diskriminasi. Berbagai perundang-undangan dan peraturan tentang standar
nasional pendidikan tentang sertifikasi Guru dan Dosen, yang berada dibawah
kementerian agama dan bukan hanya mengatur tentang standar nasional pendidikan
tentang sertifikasi guru dan dosen yang berada di bawah Kementerian Pendidikan
Nasional saja, seperti yang terjadi sebelum masa reformasi.
2. Kebijakan
tentang peningkatan anggaran pendidikan.
Kebijakan ini misalnya
terlihat pada ditetapkannya anggaran pendidikan islam 20% dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang di dalamnya termasuk gaji Guru dan
Dosen, biaya operasional pendidikan, pemberian beasiswa bagi siswa kurang
mampu, pengadaan buku gratis, infrastruktur, sarana prasarana, media
pembelajaran, peningkatan sumber daya manusia bagi lembaga pendidikan yang
bernaung di bawah Kementerian Agama dan jaga Kementerian Pendidikan Nasional.
Dengan adanya anggaran pendidikan yang cukup besar ini, pendidikan saat ini
mengalami pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan yang signifikan dibandingkan
dengan keadaan pendidikan sebelumnya, termasuk keadaan pendidikan islam.
3. Program
wajib belajar 9 tahun,
yaitu setiap anak Indonesia
wajib memiliki pendidikan minimal sampai 9 tahun. Program ini bukan hanya
berlaku bagi anak-anak yang belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah
naungan Kementerian Pendidikan Nasional, melainkan juga bagi anak-anak yang
belajar di lembaga pendidikan yang berada di bawah naungan Kementerian
Pendidikan Agama.
4. Penyelenggaraan
Sekolah Bertaraf Nasional (SBN) dan Internasional (SBI)
yaitu pendidikan yang
seluruh komponen pendidikannya menggunakan standar nasional dan internasional.
Dalam hal ini, pemerintah telah menetapkan, bagi sekolah yang akan ditetapkan
menjadi SBI harus terlebih dahulu mencapai sekolah bertaraf SBN. SBI dan SBN
ini terdapat pada sekolah yang bernaung di bawah 2 kementrian yaitu Kementerian
Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama.
5. kebijakan
sertifikasi bagi semua guru dan dosen baik negeri maupun swasta, guru umum
maupun guru agama, baik guru yang berada di bawah naungan Kementerian
Pendidikan Nasional maupun di bawah Kementerian Pendidikan Agama.
Program ini terkait erat dengan
peningkatan mutu tenaga guru dan dosen sebagai tenaga pengajar yang
profesional. Pemerintah sangat mendukung adanya program sertifikasi tersebut
dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2005 tentang
sertifikasi guru dan dosen, juga mengalokasikan anggaran biayanya sebesar 20% dari APBN. Melalui program
sertifikasi tersebut, maka kompetensi akademik, kompetensi pedagogik (teaching
skill), kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial para guru dan dosen
ditingkatkan.
6. Pengembangan
kurikulum berbasis kompetensi (KBK/tahun 2004) dan
kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP/tahun 2006).
Melalui
kurikulum ini para peserta didik dituntut menguasai mata pelajaran
(subject/matter) dan juga dituntut
memiliki pengalaman proses mendapatkan pengetahuan tersebut, seperti membaca
buku, memahami, menyimpulkan, mengumpulkan data, mendiskusikan, memecahkan
masalah dan menganalisis. Dengan cara demikian peserta didik diharapkan akan
memiliki rasa percaya diri, kreatif, inovatif dan mandiri, sehingga dapat
menjawab tantangan era globalisasi, serta dapat merebut berbagai peluang yang
terdapat di masyarakat.
7. Pengembangan
pendekatan pembelajaran yang tidak hanya terpusat pada Guru melainkan juga
berpusat pada murid melalui kegiatan learning (belajar) dan researching
(meneliti) dalam suasana yang partisipatif, inovatif, aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan.
8. Penerapan
manajemen yang berorientasi pada pemberian pelayanan yang baik dan memuaskan
(to give good service and satisfaction for all customers).
Untuk mewujudkan pandangan itu, maka seluruh
komponen pendidikan harus dilakukan standarisasi. Standar tersebut harus
dikerjakan oleh sumber daya manusia yang unggul, dilakukan perbaikan terus
menerus, dan dilakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Berkaitan dengan ini, maka di zaman reformasi ini telah lahir Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang
meliputi :
1. Standar Isi (kurikulum)
2. Standar Mutu Pendidikan
3. Standar Proses Pendidikan
4. Standar Pendidik dan tenaga kependidikan
5. Standar Pengelolaan
6. Standar Pembiayaan
7. Standar Penilaian[6]
9. kebijakan
mengubah sifat madrasah menjadi sekolah umum yang berciri khas keagamaan.
Dengan
ciri ini, maka madrasah menjadi sekolah umum plus. Maksudnya di madrasah
(Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah) ini, ditambahkan pelajaran umum disamping pelajaran agama
seperti yang terdapat pada sekolah umum seperti SD, SMP, dan SMU. Dengan adanya
kebijakan tersebut, maka tidaklah mustahil jika suatu saat madrasah akan
menjadi pilihan utama masyarakat.[7]
PERMASALAHAN
PENDIDIKAN ISLAM SAAT REFORMASI
Sebagai
negara yang mayoritas penduduknya muslim, pendidikan islam mempunyai peran yang
sangat signifikan dalam pengembangan sumberdaya manusia dan pembangunan
karakter, sehingga masyarakat yang tercipta merupakan cerminan masyarakat
islami, dan islam benar-benar menjadi rahmatan lil ‘alamin.
Diawal
masa reformasi pendidikan islam dihadapi dengan persoalan-persoalan yang rumit,
karena meskipun pendidikan islam bukan lagi sesuatu yang baru tetapi harus
menghadapi suatu pembaharuan yang cukup sulit. Ini dikarenakan sistem pendidikan islam masa ini belum terangkum
secara sistematis, pemerintah kala itu masih harus mencari program yang tepat untuk
pelaksanaan pendidikan islam.
Pendidikan
islam di pertengahan masa ini, juga
masih saja menghadapi permasalahan yang kompleks, dari permasalahan
konseptual-teoritis, hingga persoalan operasional-praktis. Tidak
terselesaikannya persoalan ini menjadikan pendidikan islam tertinggal dengan
lembaga pendidikan lainnya, baik secara kuantitif dan kualitatif. Maka tidak
heran jika banyak generasi muslim yang justru menempuh pendidikan dilembaga non
islam. Ketertinggalan tersebut menurut Zainal Abidin Ahmad (1970:35),
setidaknya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
A. Pendidikan
islam sering terlambat merumuskan diri untuk merespon perubahan dan
kecenderungan masyarakat sekarang dan akan datang
B. Sistem
Pendidikan islam kebanyakan masih lebih cederung menorientasikan diri pada
bidang humaniora dan ilmu-ilmu sosial dibanding ilmu-ilmu eksakta seperti
fisika, kimia, biologi dan matematika modern.
C. Usaha
pembaharuan pendidikan
Islam sering bersifat sepotong-potong dan tidak komprehensif, sehingga tidak
terjadi perubahan yang esensial.
D. Pendidikan
Islam tetap berorientasi pada masa silam ketimbang berorientasi kepada masa
depan, atau kurang bersifat future oriented.
E. Sebagian
pendidikan Islam belum dikelola secara professional baik dalam penyiapan tenaga
pengajar, kurikulum maupun pelaksanaan pendidikannya.
Institusi Pendidikan Islam
pada masa reformasi
Menurut Daulay dalam bukunya “Sejarah
Pertumbuhan Dan Pembaharuan Pendidikan Islam Di Indonesia”, perjalanan sejarah
pendidikan Islam di Indonesia hingga saat sekarang ini telah melalui tiga
periodesasi.
Pertama, periode awal sejak
kedatangan Islam ke idonesia sampai masuknya ide-ide pembaharuan pemikiran
Islam awal abad ke 20. Periode ini ditandai dengan pendidikan Islam yang
terkonsentrasi di pesantren, dayah, surau atau masjid dengan titik fokus adalah
ilmu-ilmu agama yang bersumber dari kitab-kitab klasik.
Periode kedua, periode ini
telah dimasuki oleh ide-ide pembaharuan pemikiran Islam pada awal abad ke dua
puluh. Periode ini ditandai dengan lahirnya madrasah. Sebagian lembaga-lembaga
pendidikan Islam yang telah memasukkan mata pelajaran umum kedalam program
kurikulum pendidikan mereka, dan juga telah mengadopsi sistem pendidikan modern
seperti metode, manajerial, klasikal dan lain sebagainya.
Ketiga, pendidikan Islam
telah terintegrasi kedalam sistem pendidikan Nasional sejak lahirnya
undang-undang nomor 2 tahun 1989 dilanjutkan pula dengan undang-undang No. 20
tahun 2003.
Sejak Indonesia merdeka,
perkembangan pendidikan Islam di Indonesia semakin memperlihatkan perkembangan
yang signifikan. Pesantren, berkembang dari bentuk tradisional (salafi)
berkembang kepada pesantren modern (khalafy). Pesantren bentuk kedua ini
sekarang berkembang hampir diseluruh Indonesia. Kemodernan dapat dilihat dari
tiga segi. Pertama, mata pelajaran telah seimbang antara materi ilmu-ilmu agama
dengan materi ilmu-ilmu umum. Kedua, metode pengajaran telah bervariasi, tidak
lagi semata-mata hanya memakai metode sorogan, wetonan dan hafalan.
Ketiga, pendidikan agama
Islam dikelola berdasarkan prinsip-prinsip manajemen pendidikan.
Pendidikan Islam sebagai
lembaga adalah diakuinya keberadaan pendidikan Islam sebagai lembaga formal
(madrasah), nonformal (pesantren), dan
informal (keluarga). Sebagai lembaga pendidikan formal diakui keberadaan
madrasah yang setara dan sama dengan sekolah. Pendidikan Islam dalam pengertian
institusi adalah institusi-institusi pendidikan Islam seperti pondok pesantren,
madrasah, sekolah umum berciri Keislaman, dan sebagainya (Soebahar, 2009:16).
Kurikulum
pendidikan islam masa reformasi
Dalam UU SISDIKNAS No 20 tahun 2003. Dalam
pasal 1 ayat 19 dijelaskan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu.
Sebagai alat untuk mencapai
tujuan pendidikan, kurikulum harus mencerminkan kepada falsafah sebagai
pandangan hidup suatu bangsa, karena ke arah mana dan bagaimana bentuk
kehidupan bangsa itu kelak, banyak ditentukan dan tergambarkan dalam kurikulum
pendidikan bangsa tersebut.
Lahirnya UU Sisdiknas No 20 tahun 2003
boleh dikatakan sebagai awal lahirnya arah baru pendidikan Indonesia dimana
kurikulum yang dibuat mengarah kepada pencapaian kompetensi siswa baik
kompetensi Kognitif, Afektif, maupun Psikomotor. Pada masa reformasi ini telah
dikembangkan dua model kurikulum, yaitu kurikulum KBK pada tahun 2004 dan KTSP
pada tahun 2006, Dalam KBK tahun 2004 untuk mata pelajaran PAI, dimana Standar
Kompetensi yang disajikan sangat sederhana tapi cukup mendalam dan mencerminkan
standar kompetensi pendidikan Islam yang menyeluruh.
Pendidikan
Islam dan Perkembangannya Saat Ini
Pendidikan islam saat ini adalah
melanjutkan program-program pendidikan islam yang sudah berjalan pada masa
reformasi dan mengembangkannya agar dapat bersaing di dunia nasional maupun internasional
.
Perkembangan pendidikan
Islam saat ini, sejak dua dasawarsa terakhir ini perkembangan pendidikan Islam
menunjukkan lompatan kuantum yang tak terbayangkan sebelumnya. Pendidikan Islam
baik dalam pengertian lembaga, program, nilai-nilai, spirit atau aktivitas
pembelajaran berkembang bak cendawan di musim penghujan. Kuantitas dan kualitas
pendidikan Islam tumbuh seiring dengan perbaikan kehidupan ekonomi dan kondisi
politik umat Islam Indonesia yang kondusif. Signifikan pendidikan Islam bagi
masa depan Islam Indonesia terletak pada perannya sebagai garda terdepan
penjaga moral bangsa dan merupakan jembatan mobilitas anak-anak muslim dari
berbagai strata sosial di Indonesia, yang pada saatnya mengantarkan mereka ke
kehidupan modern.
Sebagai warisan (legacy)
Islam yang sangat penting, pendidikan Islam Indonesia mengalami pertumbuhan
signifikan dalam pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Dewasa ini pendidikan
Islam (al-tarbiyah al-islamiyah) telah berkembang dalam jenis dan ragam yang
dapat dikategori dalam dua kelompok besar.
Pertama, pendidikan Islam sebagai lembaga
atau program. Dalam praktiknya, pendidikan Islam kategori ini mencakup
setidaknya 6 (enam) jenis lembaga/program, yaitu
1. Pondok Pesantren dan
Diniyah (Ula, Wustha, ’Ulya) dan Ma’had ’Aly (Pesantren Luhur) dengan segala
variasi dan kualitasnya. Lembaga/program ini telah memperoleh kedudukan yang
semakin kokoh melalui UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 dan PP
55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan;
2. Madrasah (MI, MTs, MA)
yang disebut sebagai ‘pendidikan umum berciri khas Islam’ yang dalam praktiknya
‘sama tapi tak sebangun’ dengan sekolah;
3. Perguruan tinggi Islam
dengan keragamannya seperti Sekolah Tinggi, Institut (negeri dan swasta) dan
Universitas (UIN) yang memperoleh kedudukan khusus dalam UU no 12 tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi;
4. Pendidikan usia dini/TK/RA/BA yang diselenggarakan oleh dan/atau
berada di bawah naungan yayasan dan organisasi Islam;
5. Pelajaran agama Islam (PAI) di Sekolah/Madrasah/Perguruan Tinggi
sebagai suatu mata pelajaran, mata kuliah, dan/atau sebagai program studi; dan
6. Pendidikan Islam dalam keluarga atau di tempat-tempat ibadah,
forum-forum kajian keislaman, majelis ta’lim, dan institusi-institusi lainnya
yang digalakkan masyarakat, atau pendidikan (Islam) melalui jalur pendidikan
non formal dan informal.[8]
Perkembangan
pendidikan islam saat ini juga terlihat dari sekolah-sekolah yang berlebel IT
(islam terpadu) seperti SMP IT Al-Azhar Pendidikan Islam Terpadu adalah program
yang memadukan antara pendidikan umum dan pendidikan agama, antara pengembangan
potensi intelektual (fikriyah), emosional (ruhiyah) dan fisik (jasadiyah), dan
antara sekolah, orang tua dan masyarakat sebagai pihak yang memiliki tugas dan
tanggung jawab terhadap pendidikan.
Keterpaduan
program tersebut dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara
kuantitatif artinya program pendidikan umum dan program pendidikan keagamaan
diberikan secara seimbang. Sedang secara kualitatif berarti pendidikan umum
diperkaya dengan nilai-nilai agama dan pendidikan agama diperkaya dengan
muatan-muatan yang ada dalam pendidikan umum. Nilai-nilai agama harusnya
diberikan porsi lebih besar agar bisa memberikan makna dan semangat terhadap
program pendidikan umum.
Potensi
dasar manusia seperti potensi intelektual, emosional, dan fisik merupakan
anugrah dari Allah yang harus ditumbuhkan, dikembangkan, dibina dan diarahkan
dengan baik, benar dan seimbang. Dan kondisi-kondisi ini dengan pola Pendidikan
Islam Terpadu diharapkan menjadi salah satu sarana menumbuh kembangkan
potensi-potensi dasar yang dimiliki anak didik.
Akan
tetapi dalam perkembangannya seringkali pendidikan agama hanya menjadi tempelan
dan lembaga pendidikan hanya berfokus kepada pendidikan umum, keterpaduan
menjadi sebatas memperbanyak jam pelajaran agama, dan baik pelajaran umum dan
pelajaran agama tidak saling melengkapi satu sama lain seperti yang diharapkan
oleh konsep pendidikan terpadu tersebut.
Untuk
mengatasi persoalan tersebut harus adanya solusi strategis. Solusi
strategis yaitu untuk mewujudkan Pendidikan Islam Terpadu dengan
menggagas suatu pola pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang
lebih bersifat fungsional, yakni
Pertama
membangun lembaga pendidikan unggulan dengan semua komponen berbasis
Islam, yaitu
· Kurikulum
yang paradigmatik,
· Guru
yang amanah
· Proses
belajar mengajar secara Islami, dan
· Lingkungan
dan budaya sekolah yang optimal
Dengan
melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya
meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada dan pada saat yang sama
meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan
pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan
dengan arahan Islam.
Kedua,
membuka lebar ruang interaksi dengan keluarga dan masyarakat agar dapat
berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif
dari faktor pendidikan sekolah – keluarga – masyarakat inilah yang akan
menjadikan pribadi anak didik yang utuh sesuai dengan kehendak Islam.
HM.
Yusuf Hasyim mengungkapkan betapa besarnya pendidikan Islam di Indonesia hanya
dengan menunjukkan salah satu sampelnya yaitu pesantren. sebagai lembaga
pendidikan Islam pesantren dan madrasah-madrasah bertanggungjawab terhadap
proses pencerdasan bangsa secara keseluruhan. Sedangkan secara khusus
pendidikan Islam bertanggungjawab terhadap kelangsungan tradisi keislaman dalam
arti yang seluas-luasnya.[9]
Selama ini banyak diantara
pesantren-pesantren yang tersebar dipelosok tanah air, masih mempertahankan
model tradisi yang dirasakan klasik, sebagai awal dari system pendidikan itu
sendiri.[10]
Tapi, saat ini sudah banyak pesantren dan madrasah yang modern dengan mengacu
kepada tujuan muslim dan memperhatikan tujuan makro dan mikro pendidikan
nasional Indonesia, maka pendidikan pesantren akan memadukan produk santri untuk
memiliki outputnya (lulusan) agar memiliki 3 tipe lulusan yang terdiri dari
1. Religius
skillfull people yaitu insan muslim yang akan menjadi tenaga-tenaga terampil,
ikhlas, cerdas, mandiri, iman yang tangguh sehingga religius dalam tingkah dan
prilaku, yang akan mengisi kehidupan tenaga kerja didalam berbagai sector
pembangunan.
2. Religius
Community leader, yaitu insane Indonesia yang ikhlas, cerdas dan mandiri akan
menjadi penggerak yang dinamis dalam transformasi sosial dan budaya dan mampu
melakukan pengendalian sosial (sosial control)
3. Religius
intelektual, yaitu mempunyai integritas kukuh serta cakap melakukan analisa
ilmiah dan concern terhadap masalah-masalah ilmiah.[11]
Persoalan
pendidikan islam masa sekarang adalah PAI disekolah sering dianggap kurang
berhasil dalam membentuk sikap dan perilaku keberagamaan siswa serta membangun
moral dan etika bangsa dengan bermacam-macam argumen yang menyudutkan kelemahan
pendidikan islam. Persoalan tersebut sebenarnya sudah bersifat klasik, namun
hingga kini persoalan tersebut belum terselesaikan dengan baik sehingga
berkesinambungan dari satu periode ke periode selanjutnya. Hal ini disebabkan
karena lemahnya kegiatan penelitian termasuk eksperimen-eksperimen yang serius
dibidang PAI disekolah.
Diantara
kritik terhadap pelaksanaan pendidikan islam disekolah adalah banyak bermuara
pada aspek metodologi pembelajaran PAI dan orientasinya yang bersifat normatif,
teoritis dan kognitif termasuk gurunya yang kurang mampu mengaitkan dan
berinteraksi dengan mata pelajaran dan guru non pendidikan agama, aspek muatan
kurikulum atau materi pendidikan agama, sarana pendidikan agama, termasuk
didalamnya buku-buku dan bahan ajar pendidikan agama yang belum mampu membangkitkan semangat dan
kesadaran beragama.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penggunaan metode PAI disekolah kebanyakan masih
menggunakan metode tradisional, yaitu ceramah monoton dan statis atau
kontekstual, cenderung normatif,
monolitik lepas dari sejarah dan semakin akademis.[12]
Untuk
mengatasi persoalan-persoalan tersebut diperlukan pengembangan secara berkelanjutan
dan terpadu, yaitu moral knowing, moral feeling dan moral action. Pada tataran
moral action, agar peserta didik kompeten, memiliki kemampuan dan kebiasaan
dalam mewujudkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia, perlu dilakukan
pembinaan secara berkelanjutan dan terpadu baik dikeluarga, masyarakat, dan
lingkungan sekolah, termasuk juga terciptanya suasana religius didalamnya,
serta sosial kontrol yang kuat. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai keimanan
ketakwaan dan akhlak mulia bisa memudar karena terkalahkan oleh hawa nafsu,
syaitan, jin dan manusia bahkan budaya-budaya negatif yang ada disekitarnya.
Karena itu nilai-nilai tersebut bisa kompeten disuatu waktu dan bisa tidak
kompeten dilain waktu sebagaimana hadits Rasulullah “ali-imanu yazid wa yankus”
(iman itu bisa bertambah bisa berkurang).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendidikan
islam masa reformasi adalah masa dimana pendidikan islam sedang berusaha untuk
bangkit dan mengembangkan diri untuk menjadi pendidikan yang dapat mencetak
kader-kader muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berkarakter,
cerdas, berakhlakul karimah dan mandiri. Dengan semangat tersebut tentu ini
tidak mudah dalam proses pengaktualisasiannya, karena pendidikan islam di masa
ini belum mempunyai kurikulum atau sistem yang terpadu sebagaimana pendidikan
umum biasanya. Itu
sangat memprihatinkan apalagi jika dibiarkan begitu saja tanpa upaya
retrospeksi atas kegagalan tersebut. Beberapa hal yang menyebabkan program
pembangunan pemerintah dalam sektor pendidikan terutama dalam Pendidikan Agama
Islam belum terpenuhi secara maksimal.
1.
Distribusi pembangunan sektor pendidikan kurang
menyentuh lapisan sosial kelas bawah.
2.
Kecenderungan yang kuat pada wilayah pembangunan yang
bersifat fisik material, sedangkan masalah-masalah kognitif spiritual belum
mendapatkan pos yang strategis.
3.
Munculnya sektor industri yang membengkak, cukup
menjadikan agenda yang serius bagi pendidikan Islam di Indonesia pada masa
pembangunan ini.
4.
Perubahan-perubahan sosial yang berjalan tidak
berurutan secara tertib, bahkan terkadang eksklusif dalam dialektik pembangunan
sebagaimana tersebut di atas.
5.
Kurikulum yang belum mantap, terlihat dari beragamnya
jumlah presentasi untuk pelajaran umum dan agama pada berbagai sekolah yang
berlogo Islam.
Semua hal diatas adalah faktor penyebab
dari tidak terpenuhinya beberapa maksud pemerintah dalam menjalankan
pembangunan dalam sektor pendidikan agama khususnya bagi Pendidikan Agama
Islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Undang-undang
republik indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
Jakarta: departemen pendidikan nasional, 2003.
Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi
Pendidikan Islam, Jakarta : Ciputat Pers, 2002.
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2005.
Haedari,
Amin, Transformasi Pesantren, Jakarta : LeKDis, 2006
https://id.wikipedia.org/Reformasi
- Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm
http://marcopangngewa.blogspot.com/2012/04/pendidikan-islam-pai-di-masa-sekarang.html
http://masarevormasi.blogspot.com/12/9/
pendidikan islam pendidikan islam masa
reformasi.htm
http://iainukebumen.ac.id/2014/9/
sudadi-pendidikan-islam-pada-masa-reformasi.htm
[1]
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional, (jakarta: departemen pendidikan nasional, tahun 2003)
[2]
DR. Armai Arif, M. A. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta :
Ciputat Pers, 2002), h. 16.
[3]
https://id.wikipedia.org/Reformasi -
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.htm
[4] http://masarevormasi.blogspot.com/12/9/
pendidikan islam pendidikan islam masa
reformasi.htm
[5] Perubahan
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang terdapat kekurangan atau kelemahan pada
UU No 2 Tahun 1989, yaitu: (1) Sistem
Pendidikan Nasional yang bersifat sentralistik; (2)belum menghasilkan lulusan
pendidikan yang bermutu dan bersaing dengan negara lain; (3)belum mengemban
misi pendidikan untuk semua; (4) belum dapat mendukung lahirnya peserta didik
yang berakhlak mulia; (5)belum memperhatikan keadaan masyarakat Indonesia yang
heterogen dan multikulttural; (6)belum dilaksakan secara profesional.
[6] Lihat
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, (2005, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional).
[7] http://masarevormasi.blogspot.com/12/9/
pendidikan islam pendidikan islam masa
reformasi.htm
[8]
http://www.ptiq.ac.id/index.php/2015/05/Studium General Dinamika dan Prospek Pendidikan Islam Indonesia.htm.
diakses pada selasa, 12 Mei 2015 - 10:50:36 WIB
[9]
http://karina-arie.blogspot.com/2012/05/sejarah-pendidikan-islam.html diakses
14 Mei 2014
[10] Amin
Haedari. Transformasi Pesantren. (Jakarta : LeKDis, 2006). Hlm 45.
[11] http://iainukebumen.ac.id/2014/9/
sudadi-pendidikan-islam-pada-masa-reformasi.htm
[12] http://marcopangngewa.blogspot.com/2012/04/pendidikan-islam-pai-di-masa-sekarang.html
Komentar
Posting Komentar